Butir-butir Mutiara Tashawuf

October 18, 2013 Add Comment


Kami menyenangi/mencintai para sufi yg sebenarnya seperti, Imam Hasan dan Imam Husain Putra Rosulillah, Imam ja'far Ash-Shodiq, Syaikh Ali Al-Buni Qubro Ma'rifatulloh, Syaikh Jajuli Sulaiman, Syaikh Abi Madyan Al-Maghrobi, Syaikh Datu'kahfi, Imam Asy-Syafi'I Madzhab, Imam Abu Hamid Al-Ghozali, Imam Junaid Al-Baghdadi, Imam Abul Qosim Al-Baghdadi, Imam Ahmad Ar-Rifa'i, Syaikh Abdul Qodir Al-Jailani, Abu Yazid Al-Busthomi, Imam Dzun Nun Al-Mishri, Imam An-Nawawi, Syaikh Syarif Hidayatulloh Al-Chirboni, Syaikh Nawawi Al-Bantai Ma'ruf Al-Kurkhi, Abul Hasan Asy-Syadzili, Imam Tajuddin Al-Malibari, Imam Asy-Sirri guru Imam Ghozali, Imam Jalaludin Asyuthi, Syaikh Abdul Qohir Al-Baghdadi, Imam Bakri Syatho Ad-Dimyati dan lain-lain.
Mereka berjalan di tasawwuf yang benar, selamat dari kebid'ahan yang tercela, syathohat yang tercela.

Karna hakiqot Tasawwuf adalah : mengikuti syari'ah, mengamalkan Al-Qur'an dan Sunnah, mujahadah nafsu dan melawan Al-hawa.

Seorang sufi yang sangat terkenal dengan salah salah satu karya agungnya tentang tasawwuf berjudul ar-Risalah al-Qusyairiyyah­, yaitu al-Imam Abu al-Qasim Abd al-Karim ibn Hawazan al-Qusyairi (w 456 H). Dalam karyanya tersebut al-Qusyairi menuliskan secara detail keyakinan para ulama sufi dan bahwa mereka adalah orang-orang yang sangat kuat memegang teguh akidah Ahlussunnah. Di antara yang beliau tulis dalam ar-Risâlah adalah sebagai berikut:

وهذه فصول تشتمل على بيان عقائدهم في مسائل التوحيد ذكرناها على وجه الترتيب. قال شيوخ هذه الطريقة على ما يدل عليه متفرقات كلامهم ومجموعاتها ومصنفاتهم في التوحيد: إن الحق سبحانه وتعالى موجود قديم لا يشبهه شىء من الفخلوقات، ليس بجسم ولا جوهر ولا عرض، ولا صفاته أعراض، ولا يتصور في الأوهام، ولا يتقدر في العقول، ولا له جهة ولا مكان، ولا يجري عليه وقت وزمان.

Pasal-pasal ini mencakup penjelasan aqidah kaum sufi dalam masalah tauhid, dan kami akan sebutkan secara tertib. Para pemuka kaum sufi, dengan berbagai tingkatan dan berbagai macam karya dalam masalah aqidah yang telah mereka tulis, mereka semua telah sepakat bahwa Allah Maha Ada, Qadim; tanpa permulaan, tidak menyerupai apapun dari seluruh makhluk ini, bukan benda (al-Jism), bukan al-Jawhar (benda terkecil yang tidak dapat terbagi bagi), bukan al-‘Aradl (sifat benda), segala sifat sifatNya bukan sifatsifat benda, tidak dapat digambarkan dalam prakiraan-praki­raan, tidak dapat dibayangkan oleh akal pikiran, ada tanpa tempat tanpa arah, tidak terikat oleh waktu dan zaman.
(Ar-Risalah al-Qusyairiyyah­, hal. 7)

Sanadz/­Isnadznya semua thoriqoh itu kebanyakan melalui jalur Sayyidina Abu bakar As-sHiddiq dan Sayyidina Ali bin abi tholib Karomallohi waj'hah, tetapi ada sebagian sanadz yang bersambung kepada anas bin malik. Saya kasih ibaroht dalam kitab Al-mafakhirul aliyah

عن الجنيد عن السري السقطي عن معروف الكرخي عن داود الطائي عن حبيب العجمي وهو عن أبي بكر محمد ابن سيرين وهو عن انس بن مالك

(Al-mafakhirul aliyah hal:12)

Ya mungkin mereka gak akan percaya begitu saja dengan sanadz ini karna di sebutkan dalam kitab thoriqoh Syadziliyah. Tetapi apakah mereka akan menutup mata dari kitab hilyatul awliya' tulisan Al-hafidz Abu nuaim..........­......???
Di sana di sebutkan bahwa sahabat abu musa Al-Asy'ari telah mengijazahkan ilmu thoriqoh kepada tabiin besar Amir bin abdu Qois, di situ di sebutkan

وكان عامر بن قيس ممن تخرج على أبي موسى الإشعري فى النسك والتعبد ومنه تلقن القراة وعنه أخذ الطريقة

Amir bin Qais termasuk orang yang belajar kepada Abu musa Al-asy'ari dalam masalah haji dan beribadah dan mengaji talqin Al-Qur'an kepadanya juga mengambil ilmu thoriqoh darinya.
(Hilyatul awliyaa' 2/94)

Masihkah mereka berani menyebarkan fitnah bahwa thoriqoh (tasawwuf) itu sesat bukan dari islaam.........­......???
Udah nyata dijelaskan bahwa kemursyidan itu di prakarsai oleh para Shahabat dan mereka di tarbiyah langsung oleh Junjungan Nabi Muhammad SAW.
Masihkah mereka berani menyebarkan fitnah bahwa thoriqoh (tasawwuf) itu sesat bukan dari islaam.........­......???
Udah nyata dijelaskan bahwa kemursyidan itu di prakarsai oleh para Shahabat dan mereka di tarbiyah langsung oleh Junjungan Nabi Muhammad SAW.

Butir-butir Ajaran Tasawwuf Menurut Imam Qusyairi Dalam Risalah Qusyairiyah.

1. Taubat/thobat.
2. Mujahadah.
3. Khalwat dan Uzlah.
4. Taqwa.
5. Wara'/waro.
6. Zuhud tidak hubbuddunya.
7. Shamat'.
8. Khauf.
9. Raja'.
11. Hazan.
12. Ju'wa Tarkus Syahwat,
13. Khusu' dan Tawadlu.
14. Mukholafatun Nafsi.
15. Qana'ah,
16. Tawakkul.
17. Syukur.
18. Yaqin,
19. Sabar,
20. Muroqobah,
21. Ridla,
22. Ubudiyah,
23. Iradah,
24. Istiqomah,
26. Ikhlas,
27. Shiddiq,
28. Haya',
29. Dzikr,
30. Al-Futuwah,
31. Firasah,
32. Khulq,
33. Jud'Was Sakha,
34. Ghoirah,
35. Wilayah,
36. Do'a,
37. Faqir,

Inikah Yg Engkau Sesatkan Wahai Si Jahil wahabi??
Inikah Yg Engkau Anggap Bid'ah Wahai Si Pandir???

Imam Asy-Shiri Suqthi brkata tentang
Tasawwuf itu adalah nama dri tiga unsur.
1. Orang yg tidak mengalahkan nur ma'rifatnya akan nur Wara'nya.

2. orang yg tidak memfatwakan ilmu2 bathin yg berlawanan dgn al kitab/sunah.

3. Orang yg keramatnya tidak dibawanya untk melanggar larangan Allah.
(Risalah Qusyairiyah-halaman 10)

BELAJAR MATI SEBELUM MATI.
Betapa Allah dan Rosulalloh menyayangi kita. memperingatkan kita tentang kematian, sehingga kita masih diberi kesempatan hidup untuk beribadah, mengabdikan dan menyerahkan diri kita lahir dan bathin kepada Allah Subhanahu Wata'Ala..

Hidup adalah untuk ibadah .
Tujuan ibadah adalah untuk mendekatkan diri dan menggapai ridloo Allah Subhanahu Wata'ala.

Saya pernah bertanya kepada guru saya :
Bagai mana supaya ibadah itu nikmat dan terasa.??

Guru saya bilang : diajar maot heula atuh !
( bhs. Sunda ).
Kalau menurut bahasa indonesianya,
Kata guru saya :
Belajar mati dulu dong !

sungguh suatu kata-kata yang teramat dalam dan menganduk hikmah, dan membuat saya bingung untuk berfikir.

Lalu saya bertanya : bagaimana cara belajar mati itu ???
Guru saya menjawab : kamu lihat dan perhatikan orang yang sudah mati ???

Mereka sudah tidak bisa bergerak, tidak bisa mendengar, tidak bisa bicara, tidak bisa melihat dan tidak bisa merasakan apapun.

Jadi kalau kita ingin merasakan nikmat ibadah dan ingin dekat dengan Allah maka harus belajar mati.

Orang mati tidak bisa bergerak :
maka kita jangan menggerakkan tubuh kita pada sesuatu yang Allah tidak ridlo.

Orang mati tidak bisa bicara:
maka kita jangan bicara yang tidak ada manfa'atnya.

fal yaqul khoiron au liyashmut.
Berkatalah dengan baik atau diam..

Orang mati tidak bisa melihat :
maka kita jangan menggunakan mata kita untuk melihat sesuatu yang diharamkan Allah Subhanahu Wata'Ala.

Orang mati tidak bisa mendengar :
maka janganlah kita mendengarkan sesuatu yang dapat mengundang murkanya Allah Subhanahu Wata'Ala.

Dan orang mati tidak bisa merasakan apa-apa ,walaupun dia dicubit dengan keras :
maka bila ada orang yang menghina dan mengejek kita , maka kita jangan marah dan membalas hinaan tersebut.
Anggap saja hinaan dan ejekan orang sebagai belaian sayang dan nyanyian surga bagi kita.

Orang mati tergantung orang hidup ,mau dibagaimanakan juga sudah pasrah dan ikhlash tidak membantah dan tidak melawan.

Begitulah ibadah kita kepada Allah .
Kita hidup dan ibadah harus pasrah dan tunduk/ ta'at kepada yang maha hidup.
Tidak boleh membantah dan melawan, hidup dan ibadah dengan pasrah kepada Allah semata.

INGATLAH DIAM NYA ORANG MATI ADALAH HIKMAH DAN ISYARAT UNTUK KITA SEMUA.

Sayyidina Umar ibnil Khoththob Rodliyallohu 'Anhu berkata : “ Samudera itu ada Empat "

Hawa Nafsu itu samudera dosa.
Nafsu itu samudera keinginan/ Syahwat.
Kematian itu samudera Umur.
Dan Kubur itu Samudera Penyesalan.

Hawa Nafsu ialah kecenderungan nafsu untuk memenuhi keinginannya yang diluar perintah syara’.

Hawa Nafsu adalah menjadi sumber/pangkal perbuatan dosa.

Nafsu ialah elemen jiwa yang. berpotensi mendorong pada tabiat/biologis dan mengajak diri pada berbagai kelezatan.

Nafsu adalah menjadi sumber/pangkal kejelekan dan sumber perangai yang tercela.

Kematian itu samudera umur artinya bahwa kematian itu menghimpun seluruh umur yang telah ada.

Kubur itu samudera penyesalan artinya bahwa di alam kuburlah terjadi berbagai penyesalan seluruhnya.

Renungkanlah nasihat yang singkat ini !!!
(Kitab Nashoihul Ibad)

Thoriqoh-Thoriq­oh Tasawwuf.
1. Syadziliyah.
2. Nasqybandiyah.
3. Qodiriyah.
4. Sammaniyah.
5. Qodiryah wa Nasyqobandiyah
6. Khalwatiriyah.
7. Tijaniyah.
8. Rifa'iyah.
9. Shidiyah, dan lain-lain.

Al-Imam Al-Allamah Al-Hafidz Jalaluddin As-Suyuthi berkata :

اعلم وفقني الله وإياك أن علم التصوف في نفسه علم شريف رفيع قدره سني أمره ، لم تزل أئمة الإسلام وهداة الأنام قديماً وحديثاً يرفعون مناره وَيُجِلُّون مقداره ويعظمون أصحابه ويعتقدون أربابه ، فإنهم أولياء الله وخاصته من خلقه بعد أنبيائه ورسله ، غير أنه دخل فيهم قديماً وحديثاً دخيل تشبهوا بهم وليسوا منهم وتكلموا بغير علم وتحقيق فزلوا وصلوا وأضلوا ، فمنهم من اقتصر على الاسم وتوسل بذلك إلى حطام الدنيا ، ومنهم من لم يتحقق فقال بالحلول وما شابهه فأدى ذلك إلى إساءة الظن بالجميع ، وقد نبه المعتبرون منهم على هذا الخطب الجليل ونصوا على أن هذه الأمور السيئة من ذلك الدخيل.

Ketahuilah, semoga Allah memberikan taufiq-Nya padaku dan kamu, sesungguhnya ilmu tasawwuf itu sendiri adalah ilmu yang mulia, tinggi derajatnya dan luhur urusannya. Para imam Islam dan para ulama penunjuk manusia sejak dulu hingga sekarang selalu mengangkat lambangnya, meninggikan martabatnya dan mengangungkan para pemeluknya dan meyakini kemulian ahlinya. Karena mereka adalah para wali Allah Swt dan orang-orang khusus-Nya dari makhluk-Nya setelah para nabi dan rasul-Nya, akan tetapi masuklah sesuatu yang asing sejak dulu hingga sekarang yang menyerupai penganut tasawwuf padahal sama sekali mereka bukanlah dari ahli tasawwuf. Mereka berbicara tanpa ilmu dan mengerti hakikat, sehingga mereka tergelincir, sesat dan menyesatkan. Di antara mereka ada yang mencukupkan saja dengan nama dan menjadikan perantara untuk mengambil keuntungan dunia. Di antara mereka ada yang belum mencapai hakikat sehingga mereka berucap dengan hulul dan semisalnya, sehingga itu semua membuat munculnya buruk sangka terhadap semua ajaran tasawwuf. Sungguh para pengambil pelajaran dari mereka telah member peringatan atas nasehat mulia ini dan menetapkan bahwa semua perkara buruk ini muncul dari sesuatu yang asing (di luar tasawwuf) tersebut.
(Ta’yidul Haqiqah al-‘Aliyyah Wa Tasyiduth Thariqoth asy-Syadziliyyah halaman : 7, karya imam as-Suyuthi)

Al-Imam Hujjatul Islam Al-Ghozali berkata :

ولقد علمت يقيناً أن الصوفية هم السالكون لطريق الله تعالى خاصة وأن سيرتهم أحسن السيرة، وطريقتهم أصوب الطرق، وأخلاقهم أزكى الأخلاق.. ثم يقول رداً على من أنكر على الصوفية وتهجَّم عليهم: وبالجملة فماذا يقول القائلون في طريقةٍ طهارتُها - وهي أول شروطها - تطهيرُ القلب بالكلية عما سوى الله تعالى، ومفتاحها الجاري منها مجرى التحريم من الصلاة استغراقُ القلب بالكلية بذكر الله، وآخرها الفناء بالكلية في الله

Sungguh aku telah mengetahui secara yakin bahwa ahli tasawwuf mereka adalah orang yang menapaki jalan Allah Ta’ala secara khusus, sejarah hidup mereka sebaik-sebaik sejarah. Jalan mereka paling benarnya jalan. Akhlak mereka sesuci-sucinya akhlak. (kemudian beliau berkata sebagai jawaban pada orang yang mengingkari ahli tasawwuf) Kesimpulannya, apa yang akan dikatakan para penentang mereka di dalam metode pembersihan ajaran tasawwuf ? sedangkan itu merupakan syarat pertama yaitu membersihkan hati secara keseluruhan dari selain Allah Ta’ala dan kuncinya yang berlaku darinya seperti berlakunya takbiratul ihram saat sholat yaitu tenggelamnya hati secara keseluruhan dengan mengingat Allah dan akhirnya adalah fana secara keseluruhan di dalam Allah Swt.
(Al-Munqidz minadh Dholal : 17, karya imam Ghozali)

Al-Imam Al-Kabir Syaikh Abdul Qohir Al-Baghdadi berkata :

الفصل الأول من فصول هذا الباب في بيان أصناف أهل السنة والجماعة. اعلموا أسعدكم الله أن أهل السنة والجماعة ثمانية أصناف من الناس... والصنف السادس منهم: الزهاد الصوفية الذين أبصروا فأقصروا، واختَبروا فاعتبروا، ورضوا بالمقدور وقنعوا بالميسور، وعلموا أن السمع والبصر والفؤاد كل أُولئك مسؤول عن الخير والشر، ومحاسب على مثاقيل الذر، فأعدُّوا خير الإِعداد ليوم المعاد، وجرى كلامهم في طريقَيْ العبارة والإِشارة على سَمْتِ أهل الحديث دون من يشتري لهو الحديث، لا يعملون الخير رياء، ولا يتركونه حياء، دينُهم التوحيد ونفي التشبيه، ومذهبهم التفويضُ إِلى الله تعالى، والتوكلُ عليه والتسليمُ لأمره، والقناعةُ بما رزقوا، والإِعراضُ عن الاعتراض عليه. {ذلكَ فضلُ اللهِ يؤتِيهِ مَنْ يشاءُ واللهُ ذو الفضلِ العظيمِ

Fasal pertama dari fasal-fasal bab ini, tentang penjelasan kelompok-kelompok Ahlus sunnah waljama’ah. Ketahuilah, semoga Allah membuat kalian bahagia, sesungguhnya Ahlus sunnah waljama’ah ada delapan kelompok manusia..(hingga ucapan beliau).. Kelompok ke enam di anatara mereka adalah orang-orang yang zuhud dan ahlis shufi yang mereka memandang dengan mata hati hingga mereka bisa berlaku sederhana, mereka mendapat ujian dan mereka mengambil pelajarannya. Mereka ridha dengan ketentuan dan legowo dengan hal yang ringan. Mereka ahli shufi mengetahui bahwa pendengaran, penglihatan dan hati semuanya akan dimintai pertangung jawabannya dari kebaikan atau keburukan dan akan dihisab walau seberat biji atom pun. Maka mereke mempersiapkan diri dengan sebaik-baik bekal untuk hari kembali kelak dan ucapan mereka berjalan di dalam dua jalan ibarat dan isyarat berdasarkan karakter ahli hadits bukan orang yang menjual permainan hadits. Mereka beramal kebaikan tidak dengan pamer dan tidak meninggalkan kebaikan karena malu. Agama mereka Tauhid dan meniadakan Tasybih (penyerupaan) dan mazdhab mereka Tafwidh (menyerahkan makna) kepada Allah Swt, tawakkal dan penyerahan diri kepada perintah Allah. Qonaah terhadap rezeki yang mereka dapat dan berpaling dari mengeluh atas-Nya. Itulah keutamaan Allah yang Allah berikan pada orang yang dikehendaki-Nya dan Allah maha memiliki keutamaan yang agung.
(Al-Farq bainal Firaq halaman : 236)

Sekilas Profil Pon. Pes "Ma'hadut Tholabah"

October 09, 2013 Add Comment


PONDOK PESANTREN “MA’HADUT THOLABAH”
Dsn. Kebondalem Ds. Kandangan Kec. Kandangan Kab. Kediri

Pondok pesantren Ma’hadut Tholabah berdiri pada tahun 1973. di dirikan oleh hadlrotus syaikh KH.Ahmad Toha Rhomlan, beliau  wafat pada tahun 2001 M.. Setelah beliau wafat Pondok pesantren Ma’hadut Tholabah diasuh oleh putra beliau yang bernama KH. Imam Baihaqi Thoha, putra ke tiga dari 10 bersaudara.
Pondok Pesantren Ma’hadut Tholabah didirikan di atas tanah seluas 60x 100 dengan dua bangunan dasar yaitu kamar untuk para santri yang berukuran 3x12 m dibagi jadi tiga 4x3m/kamar, dan sebuah mushola.  Sedangkan ruang belajar untuk santri  bertempat di mushola yang pada sa’at itu sangat sederhana, hanya tebuat dari bambu.
Sejak awal pesantren  ini tergolong  pesantren salafiyah, hal ini dapat terlihat dari keadaan  pesantren yang tetap mempertahankan Kitab-kitab Islam klasik  atau yang lebih sering di sebut dengan istilah kitab kuning sebagai inti pendidikan  pesantren.  dalam  bentuk  klasikal  pada  jenjang  madrasah
diniyah.
Pondok pesantren Ma’hadut Tholabah secara sepintas bisa dikatan bahwa eksistensinya cukup intens dengan kegiatan-kegiatan kemasyarakatan. Terlihat sampai saat ini masih berjalan pengajian-pengajian yang dilakukan oleh santri bersama masyarakat sekitar seperti majlis ta’lim (malam Kamisan), sema’an Al Qur’an bin nadzor setiap sebulan sekali, dan yasinan setiap malam Jum’at.
1.      Setruktur pengurus pondok pesantren Ma’hadut Tholabah

Struktur organisasi merupakan suatu kerangka atau susunan yang menunjukkan hubungan antar komponen yang satu dengan yang lain, hingga jelas tugas, wewenang dan tanggung jawab masing masing dalam suatu kebulatan yang teratur.
Adapun bagian struktur organisasi Pondok Pesantren putra Ma’hadu Ttholabah  sebagaimana berikut pondok pesantren yang tetap mempertahankan Kitab-kitab Islam klasik atau yang lebih sering di sebut dengan istilah kitab kuning sebagai inti  pendidikan  pesantren.  dalam  bentuk  klasikal  pada  jenjang  madrasah diniyah.

3.      Visi misi pondok pesantren Ma’hadut Tholabah

a.      Visi
1.      Mencetak para santri yang memiliki wawasan IPTEK dan IMTAQ.
2.      Mengantar para santri untuk mampu membaca dan memahami kitab kuning, kreatif, dan mengantar santri berfaham ahlu sunah waljam’ah.

b.      Misi
1.      Melaksanakan proses belajar mengajar secara terprogram dan terarah
2.      Menyeimbankan dimensi keilmuan santri antara bidang umum maupun bidang agama terutama yang berbau pesantren
3.      Memotivasi santri untuk mengembangkan ilmu pengetahuan yang dimiliki serta mlanjutkan kejenjang yang lebih tinggi
4.      Mengembangkan kreatifitas santri baik dalam kegiatan intra maupun estrakurikuler.
5.      Memberikan teladan yang baik kepada para santri untuk berinteraksi sosial secara islami.
6.      Meningkatkan peran dan partisipasi seluruh komponen pendidikan
           
untuk mewujudkan cita-cita Madrasah

c.       Tujuan pondok pesantren Ma’hadut Tholabah

1. Memantapkan "Imtaq" kepada seluruh warga.
2)  Membiasakan peserta didik untuk selalu berlaku sopan santun.
3)  Meningkatkan nilai rata-rata UAM.
4)  Meningkatkan tingkat kedisiplinan siswa.3

4. Sarana Prasarana Pondok Pesantren Ma’hadut Tholabah

Untuk menunjang kelancaran sistem belajar mengajar di pondok atau madrasah maka di sediakan sarana prasarana seperti adanya gedung sekolah.kamar untuk para santri yang mukim.kantor madrasah ataupun pondok, gedung aula dan juga disediakan toko yang mnjual ATK dll.

5.    Santri Pondok Pesantren Ma’hadut Tholabah

Santri-santri yang ada di Pondok Pesantren Ma’hadut Tholabah mayoritas berasal dari Jawa Timur dan luar Jawa Timur. Sementara santri yang ada (Th. 2013/2014) berjumlah 80 orang santri putra dan 60 orang santri putri.
6.  Aktifitas Pondok Pesantren Ma’hadut Tholabah

1. Jama’ah, semua santri wajib melaksanakan sholat lima waktu dengan berjema’ah dan bertempatnya di  Musholla pesantren.
2. Mengaji  Al-Qur’an dan  Kitab, semua  santri diwajibkan mengikuti
     kegiatan sesuai dengan tingkatan masing-masing. Mengaji Al-Qur’an dilaksanakan setelah shalat shubuh untuk umum setelah ashar untuk tingkatan pemula. Pengajian Kutubus salaf dilaksanakan setelah melaksanakan sholat berjema’ah, dalam hal ini langsung di bacakan oleh pengasuh pondok atau ustadz yang di tunjuk oleh pengasuh. Semua santri di wajibkan untuk mengaji minimal 3 kitab dalam satu hari.
3. Khithobah (pidato) dilaksanakan setiap hari Rabu dan Kamis
Acara-acara yang terdapat dalam kegiatan khitobah meliputi: 
a.       Tahli
b.      Walimah  (khitan.a’qiqoh.ursy. tasmiah)
c.        Khutbah Jum’at dll. (kegiatan-kegiatan yang biasa atau diperlukan di dalam masyarakat umum)
4.  Mujahadah bersama setiap selesai acara khitobah malam Kamis
5.  Kursus Nahwu dan Shorof  menurut tingkatanya masing-masing
                 Pelajaran-pelajaran kursus meliputi :
a.    Untuk tingkatan Ibtida’iyah yaitu: Shorof dan jurumiah.
b.    Untuk tingkatan Tsanawiyah yaitu : Al Imrithi .Alfiah Ibnu Malik dan Qowa’idul I’rob
c.    Untuk tingkatan Aliyah yaitu : Balghoh, Mantiq dan Falaq
6. Istighosah bersama yang dilakukan setiap sebulan sekali di makam KH. Thoha Rhomlan dan Ibu Nyai H. Dewi Juwariyah
7. Muhadhoroh
8. Bahstul Masa’il yang dilaksanakan setiap satu bulan  sekali.
9. Diskusi ilmiah yang dilaksanakan pada satu minggu sekali yang diikuti
 
oleh setiap santri tingkatan tsanawi ‘aliah dan yang sudah tamat
10. Kerja bakti yang dilaksanakan satu minggu sekali, baik di lingkungan pesantren maupun di luar pondok pesantren.
11. Masuk sekolah formal bagi santri yang masih brsetatus siswa SMP.SMA dan yang sederajat
12. Madrasah diniyah, diikuti oleh semua santri kecuali yang sudah selesai,
dilaksanakan pada sore dan malam. sore untuk yang hanya mondok dan malam untuk yang ngerankep sekolah formal setelah jama’ah mahgrib.
13. Tahtimul qur’an setiap jum’at legi dalam sebulan sekali

B. Penyajian Data

1. Pelaksanaan Metode Pembelajaran Kutubus Salaf di Pondok Pesantren Ma’hadut Tholabah   Kebondalem Kandangan Kediri

a.       Materi Pelajaran Kitab Kuning

Materi yang di gunakan di pondok pesantren Ma’hadut Tholabah  ini, menyesuaikan tingkatan kemampuan santri, untuk tingkatan santri kelas SP di fokuskan pada pengenalan tentang peraktek
shalat dan pengenalan huruf arab, menghafal do`a sehari-hari dan menulis, sedangkan untuk ibtida’iyah  difokuskan pada materi sekitar  tentang pengenalan ketauhidan,  akhlaq  dan  tajwid. Pada  tingkatan  Tsanawiyah  santri ditekankan untuk menerapkan pelajaran yang sudah dipelajari di tingkat ibtida’iyah, mendalami ilmu Alat, serta penerapan ilmu alat. Untuk tingkat ‘aliyah santri dikhususkan untuk mengetahui ilmu Bayan, Manthiq dan Aqidah Islam seperti Ushul Fiqh, Qo’idah Fiqhiyah, Tafsir dan lain sebagainya.

b. Metode Pembelajaran Kitab Kuning
Sejak awal berdiri dan perkembangannya, metode pembelajaran kitab kuning yang dipakai adalah metode yang sudah lazim dipakai di pesantren salaf, yaitu:

1) Metode Bandongan
Metode yang digunakan di Pondok Pesantren Ma’hadut Tholabah Putra (dalam pembelajaran kitab) yang bersifat kelas besar ataupun kelas  kecil  adalah  metode  bandongan  yang  dipadukan  dengan metode lainnya. Biasanya metode bandongan ini digunakan oleh para pengasuh pondok yang dilaksanakan di dalem setiap setelah shalat maghrib. Metode ini biasanya lebih dominan dipakai pada
materi pelajaran tafsir, ilmu tafsir, fiqh, dan tasawuf. Dalam metode ini  kiai  membaca,  menerjemahkan,  dan  menjelaskan  isi  kitab, sedangkan santri menyimak, menulis ulang apa yang telah dijelaskan oleh kiainya. Penyampaiannya sering menggunakan bahasa Jawa,
terkadang pula memakai bahasa Indonesia.9

2) Metode Hafalan
Metode hafalan merupakan ciri khas yang sangat melekat pada sistem  pendidikan  tradisional,  termasuk  pesantren.  di   Pondok Pesantren Ma’hadut Tholabah, metode ini digunakan hanya dalam pembahasan kitab-kitab tertentu, seperti kitab sharaf, al-Qur’an, dan hadits. Sebab diakui atau tidak, khusus
untuk materi sharaf, jika santri tidak bisa menghafalkan wazan, maka dia akan kesulitan dalam membuat perumpamaan di kitab lain. Selain  hafalan  wazan  juga  hafalan  dalam  bentuk  sya’ir  atau
nadzom.12

3) Metode Tanya Jawab
Metode ini biasanya digunakan dalam waktu-waktu tertentu saja,   dan   memang   sudah   ditentukan   oleh   ustadz.   Sebelum pelaksanaannya  santri  diberitahu  terlebih  dahulu,  agar  mereka memiliki  persiapan.  Dalam  metode  ini,  santri  harus  menjawab pertanyaan   yang   diberikan   oleh   ustadz. Pertanyaan-pertanyan tersebut  biasanya  dalam  bentuk  tulisan,  lisan  ataupun  praktek. Metode ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui sejauh mana pemahaman santri terhadap materi yang telah diterimanya. Metode ini digunakan pada seluruh materi kitab kuning.

            Jadi, dapat disimpulkan bahwa, metode-metode yang dipakai oleh para tenaga pengajar selalu        disesuaikan dengan materi yang akan diajarkan kepada para santri.

Nasehat Ilmu-Surat Imam Al-Ghazali

September 28, 2013 Add Comment
 Nasehat Ilmu-Surat Imam Al-Ghazali
 
Wahai anak! Nasehat itu mudah, yang sulit adalah menerimanya; karena terasa pahit oleh hawa nafsu yang menyukai segala yang terlarang. Terutama dikalangan penuntut ilmu yang membuang-buang waktu dalam mencari kebesaran diri dan kemegahan duniawi. Ia mengira didalam ilmu yang tak bersari itulah terkandung keselamatan dan kebahagiaan, dan ia menyangka tak perlu beramal. Inilah kepercayaan filsul-filsuf.
Ia tidak tahu bahwa ketika ada pada seseorang ilmu, maka ada yang memberatkan, seperti disabdakan Rasulallah saw: “Orang yang berat menanggung siksa di hari kiamat ialah orang yang berilmu namun tidak mendapat manfaat dari ilmunya itu.”
Wahai anak! Janganlah engkau hidup dengan kemiskinan amal dan kehilangan kemauan kerja. Yakinlah bahwa ilmu tanpa amal semata-mata tidak akan menyelamatkan orang. Jika disuatu medan pertempuran ada seorang yang gagah berani dengan persenjataan lengkap dihadapkan dengan seekor singa yang galak, dapatkah senjatanya melindungi dari bahaya, jika tidak diangkat, dipukulkan dan ditikamkan? Tentu saja tidak akan menolong, kecuali diangkat, dipukulkan dan ditikamkan. Demikian pula jika seseorang membaca dan mempelajari seratus ribu masalah ilmiah, jika tidak diamalkan maka tidaklah akan mendatangkan faedah.
Wahai anak! Berapa malam engkau berjaga guna mengulang-ulang ilmu, membaca buku, dan engkau haramkan tidur atas dirimu. Aku tak tahu, apa yang menjadi pendorongmu. Jika yang menjadi pendorongmu adalah kehendak mencari materi dan kesenangan dunia atau mengejar pangkat atau mencari kelebihan atas kawan semata, maka malanglah engkau. Namun jika yang mendorongmu adalah keinginan untuk menghidupkan syariat Rasulallah saw dan menyucikan budi pekertimu serta menundukkan nafsu yang tiada henti mengajak kepada kejahatan, maka mujurlah engkau. Benar sekali kata seorang penyair, “Biarpun kantuk menyiksa mata, Akan percuma semata-mata jika tak karena Alloh semata”.
Wahai anak! Hiduplah sebagaimana maumu, namun ingat! bahwasanya engkau akan mati. Dan cintailah siapa yang engkau sukai, namun ingat! engkau akan berpisah dengannya. Dan berbuatlah seperti yang engkau kehendaki, namun ingat! engkau pasti akan menerima balasannya nanti.

Sekilas Pengertian ASWAJA

September 27, 2013 Add Comment
 Sesuai uraian diatas, pengetian ASWAJA adalah kelompok yang selalu berpegang pada sunah Rosululloh dan metode sahabatnya yang tercermin dalam aspek:
1. I’tiqod diniyyah (keyakinan keagamaan)
2. A’mal al-badaniyyah (amal ibadah)
3. Akhlaq al-qolbiyyah (budi pekerti)
     Istilah Aswaja ini muncul sekitar periode tiga ratus Hijriyah, dipelopori oleh Imam Abi Hasan al-Asy’ari murid dari salah seorang tokoh Mu’tazilah bernama Syaikh Ali al-Juba’i. Menurut Imam as-Subuki, selama 40 tahun lamanya al-Asy’ari berada dibelakang kelompok ini. Namun setelah melalui perenungan panjang nanmendalam, Imam al-Asy’ari akhirnya sampai pada kesimpulan adanya kejanggalan-kejanggalan dari ajaran yang telah lama digelutinya ini, khususnya mengenai posisi akal pikir manusia di hadapan Nash al-Qur’an ataupun Hadits, serta kewajiban Alloh berbuat membalas kebajikan terhadap hambanya yang telah menjalankan kebajikan. (lihat: Dzohrul Islam)
         Adapun Imam Al-Asy’ari yakni ‘Aly bin Isma’il bin Abi Bisyri Ishaq Bin Salim Bin Abdillah Bin Musa Bin Bilal Bin Abi Bardah Bin Abi Musa Al-Asy’ary (yaitu Abdillah Bin Qais, shahabat Nabi) lahir tahun 260 H. dan Imam Al-Maturidy yakni Muhammad Bin Muhammad Bin Mahmud Al-Hanafy bukanlah pencetus pertama dalam bidang ilmu Kalam, namun Beliau berdualah yang mengokohkan Imam Madzhab empat (Hanafiyah, Malikiyah, Syafi’iyah dan Hanabilah). Imam Abu Hasan Al-Asy’ari adalah pengikut Madzhab Syafi’i sedangkan Imam Abu Manshur Al-Maturidy adalah pengikut Madzhab Abu Hanifah. (Lihat: TobaqotusSyafiiyyah Kubro, Tajuttarojim dan Al A’lam)
     Syaikh ‘Izzuddin Bin Abd. Salam menjelaskan bahwa aqidah yang digagas oleh Imam Abu Hasan Al-Asy’ary telah disepakati dan menjadi konsensus ‘Ulama Syafi’iyah, Malikiyah, Hanafiyah dan Fudlola’u (pembesar) Hanabilah. Sepakat pula Guru Besar Madzhab Malikiyah Imam Abu ‘Umar Bin Al-Hajib di zaman Beliau, demikian pula Guru Besar Madzhab Hanafiyah Syaikh Jamaluddin Al-Hushairy.
Pengakuan Syaikh ‘Izzuddin tersebut juga diakui Syaikh Taqiyuddin As-Subuky sesuai pendapat yang diliput putra Beliau yakni Syaikh Tajuddin As-Subuki, sebagaimana yang dijelaskan Syaikh Az-Zubaidi sebagaiman berikut:

أهل السنة من المالكية والشافعية وأكثر الحنفية بلسان أبي الحسن الأشعري                                                                       
            Syaikh Tajuddin As-Subuky memaparkan: Sepengetahuan saya bahwa semua ‘Ulama pengikut Imam Malik semuanya adalah Asya’iroh tidak ada yang keluar, ‘Ulama Syafi’iyah mayoritas Asya’iroh kecuali golongan yang beranggapan bahwa Allah adalah merupakan jisim (benda) atau Mu’tazilah, Hanafiyah mayoritas Asya’iroh kecuali golongan Mu’tazilah dan ‘Ulama Hanabilah yang mulia identik dengan Asya’iroh kecuali golongan yang berkeyakinan Allah adalah jisim. Golongan yang menganggap Allah sebagai jisim lebih banyak daripada golongan pengikut Madzhab lain. Sebagian Ulama yang mengikuti Faham Asy’ariyyah:

- Al Ustadz Abu Sahl As Sho’luki                               – Al Ustadz Abu Ishaq Al Isfiroyini
- As Syaikh Abu Bakar Al Qoffal                               – As Syaikh Abu Zaid Al Marwazi
- Al Ustadz Abu Abdulloh bin Khofif                         – As Syaikh Zahir bin Ahmad As Sarkhisi
- Al Hafidz Abu Bakar Al Jurjani Al Ismailiy                         – As Syaikh Abu Bakar Al Awdani
- As Syaikh Abu Muhammad Atthobari Al Iroqi        – As Syaikh Abu Al Hasan Abdul Aziz At Thobari
- As Syaikh Abu Ja’far As Salma An Naqqosh                        – As Syaikh Abu Abdillah Al Asbihani As Syafi’i
- As Syaikh Abu Muhammad Al Qorosyi Az Zuhri    – As Syaikh Abu Manshur bin Khamsaad
(Lihat: TobaqotusSyaiiyyah Kubro)

Adapun Muhadditsin (ahli Hadits) dan Shufiyah (ahli Tasawwuf) karena sudah sepakat dengan aqidah Al-Asy’ary dan Al-Maturidy maka mereka juga tergolong dari Ahli Sunnah Wal Jama’ah.

Dengan demikian, orang-orang yang mengingkari golongan Shufiyah (ahli Tasawwuf) dan orang-orang yang tidak sepakat dengan Madzhab empat bukanlah termasuk Ahli Sunnah Wal Jama’ah dengan memakai istilah yang dipakai oleh golongan tertentu tersebut.

Mengenai pendalaman lebih lanjut atas faham Aswaja ini, diatas telah di paparkan dengan melalui pelacakan terhadap Hadits-hadits yang dinilai valid. Sebab tiada jalan lain untuk bisa memperoleh pemahaman keagamaan sesuai ajaran Rosululloh dan para Sahabatnya, kecuali melalui telaah hadits secara kritis.

Namun untuk saat ini, dimana dengan terpautnya masa dengan Rosululloh SAW. yang menyebabkan kesulitan telaah Al qur’an beserta sebab-musabab turunnya Al Qur’an (Asbabunnuzul) dan hadist beserta sebab-mubabab turunnya hadist (asbabulwurud) kecuali dengan meneliti Manuskrip, kitab-kitab Al Mu’tabar (yang dianggap valid) maka  pendalaman hanya bisa dilakukan melalui kajian mendalam atas kitab-kitab karya Ulama’ Salaf. Karena pada dasarnya, kitab-kitab tersebut merupakan penjabaran dari nash-nash al-Qur’an dan Hadits, yang dihasilkan melalui analisa selektif dan konprehensif dengan tingkat kecermatan yang sangat tinggi. Dan agar kita terhindar dari sabda Nabi tentang laknat bagi orang yang menafsiri qur’an seenaknya, sebagai berikut:
سنن الترمذى – (ج 11 / ص 171)
3204 – حَدَّثَنَا مَحْمُودُ بْنُ غَيْلاَنَ حَدَّثَنَا بِشْرُ بْنُ السَّرِىِّ حَدَّثَنَا سُفْيَانُ عَنْ عَبْدِ الأَعْلَى عَنْ سَعِيدِ بْنِ جُبَيْرٍ عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ رضى الله عنهما قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « مَنْ قَالَ فِى الْقُرْآنِ بِغَيْرِ عِلْمٍ فَلْيَتَبَوَّأْ مَقْعَدَهُ مِنَ النَّارِ ». قَالَ أَبُو عِيسَى هَذَا حَدِيثٌ حَسَنٌ صَحِيحٌ.
Artinya: Dari sahabat Anas bin Malik RA., beliau berkata: “Rosululloh SAW. bersabda”:“Barangsiapa berkata dalam Al Qur’an (mengambil dalil dari Al Qur’an) dengan tanpa ilmu, maka tetapkanlah tempat duduknya bagian dari neraka (niscaya akan masuk neraka)”.

Imam Al Munawi Menjelaskan Hadist diatas sebagai berikut:
فيض القدير الجزء السادس ص  190
من قال في القرآن وفي رواية للترمذي وغيره من قال في كتاب الله وفي رواية من تكلم في القرآن برأيه أي بما سنح في ذهنه وخطر ببالهمن غير دراية بالأصول ولا خبرة بالمنقول فأصاب أي فوافق هواه الصواب دون نظر كلام العلماء ومراجعة القوانين العلميةومن غير أن يكون له وقوف على لغة العرب ووجوه استعمالها من حقيقة ومجاز ومجمل ومفصل وعام وخاص وعلم بأسباب نزول الآيات والناسخ والمنسوخ منها وتعرف لأقوال الأئمة وتأويلاتهم فقد أخطأ في حكمه على القرآن بما لم يعرف أصله وشهادته على الله تعالى بأن ذلك هو مراده أما من قال فيه بالدليل وتكلم فيه على وجهالتأويل فغير داخل في هذا الخبر.
Artinya: ““Barangsiapa berkata dalam Al Qur’an”, dalam sebagian riwayat Imam turmudzi dan lainnya (di tulis dengan:) “Barangsiapa berkata dalam kitab Alloh”, dalam sebagian riwayat (dengan:) “Barangsiapa berbicara dalam Al Qur’an dengan pikirannya”, yakni: dengan pemikiran yang timbul dihati yang kotor tanpa mengetahui dengan dasar-dasar dan kebaikan dalil manqul (naqli: Al Qur’an dan Hadist) kemudian mendapat kebenaran yang mencocoki hawa nafsunya, tanpa memandang pendapat para ulama, tanpa merujuk kaidah-kaidah keilmuan, tanpa menyandarkan pada tata bahasa arab, penggunaan hakikat-majaz global-terperinci umum-khusus, tanpa mengetahui sebab-musabab turunnya ayat, Nasikh-mansukh (al Qur’an yang menyalin dan disalin), dan tanpa mengetahui Qoul-qoul para Imam serta penakwilan beliau-beliau. Maka orang tersebut benar-benar keliru menghukumi dengan Al Qur’an dengan sesuatu yang tidak diketahui asalnya dan persaksian atas Alloh, semua hal diatas adalah maksud dari hadist “Barangsiapa berkata dalam Al Qur’an”…, Adapun Ulama yang berkata dalam al Qur’an dengan menggunakan dalil dan berbicara sesuai ta’wil bukanlah orang yang masuk dalam pengertian hadist ini (“Barangsiapa berkata dalam Al Qur’an”…).”

Untuk mengenal lebih mudah golongan Ahli Sunah wal Jama’ah dalam konteksterkini, KH. Hasyim Asy’ari pada sambutan pembukaan deklarasi berdirinya Jam’iyah Nahdlotul Ulama’ menandaskan, ciri ahli Sunah wal Jama’ah, adalah mereka:
-          Yang dibidang Fiqh mengikuti faham Imam Abi Hanifah, Imam Malik bin Anas, Imam Syafi’i bin Idris atau Imam Ahmad bin Hambal.
-          Dibidang Tasawwuf mengikuti ajaran Syaikh Junaid al-Baghdady dan Imam Ghozali.
-          Dan bidang Tauhid mengikuti Imam Abu al-Asy’ari atau Imam Abu Mansur al-Maturidi.

Hubungan antara Ahli Sunah wal Jama’ah dengan NU dan organisasi keagamaan lainnya, dapat dilihat dari bagaimana gaya masing-masing organisasi tersebut memahami ajaran agama Islam. Sebab patokan atau pakem yang dijadikan rujukan oleh masing-masing adalah sama, yakni al-Qur’an dan Hadits Nabi. Hanya bagaimana kemudian dua sumber tersebut dipahami, secara mendetail dan pengamalan yang sesuai tuntunan Nabi Muhammad, yakni berahlak mulia dan dengan Mauidzotul hasanah tanpa menyakiti sesama. Oleh karena itu alangkan indahnya apabila kita kembalikan semua ajaran islam sesuai garis-garis dasar yang telah di firmankan Alloh SWT:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُولِي الْأَمْرِ مِنْكُمْ فَإِنْ تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللَّهِ وَالرَّسُولِ إِنْ كُنْتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآَخِرِ ذَلِكَ خَيْرٌ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلًا (59)
“Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. kemudian jika kamu berlainan Pendapat tentang sesuatu, Maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya”. (Q.S. al-Nisâ`: 59)

إِنَّ الَّذِينَ فَرَّقُوا دِينَهُمْ وَكَانُوا شِيَعًا لَسْتَ مِنْهُمْ فِي شَيْءٍ إِنَّمَا أَمْرُهُمْ إِلَى اللَّهِ ثُمَّ يُنَبِّئُهُمْ بِمَا كَانُوا يَفْعَلُونَ (159)
“Sesungguhnya orang-orang yang memecah belah agama-Nya dan mereka menjadi bergolongan, tidak ada sedikitpun tanggung jawabmu kepada mereka. Sesungguhnya urusan mereka hanyalah terserah kepada Allah, kemudian Allah akan memberitahukan kepada mereka apa yang telah mereka perbuat”. (Q.S. al An’am 159)

Dan sebagai penutup kami mengajak para Alim-Ulama, para cendekiawan Muslim, para santri dan segenap masyarakat untuk menjadi benteng terakhir ajaran islam, sesuai Sabda Nabi SAW.:

تحفة الأحوذي – (ج 6 / ص 449)
أَمَّا حَدِيثُ جَابِرٍ فَأَخْرَجَهُ اِبْنُ مَاجَهْ عَنْهُ مَرْفُوعًا : ” إِذَا لَعَنَ آخِرُ هَذِهِ الْأُمَّةِ أَوَّلَهَا ، فَمَنْ كَتَمَ حَدِيثًا فَقَدْ كَتَمَ مَا أَنْزَلَ اللَّهُ ” . قَالَ الْمُنْذِرِيُّ : فِيهِ اِنْقِطَاعٌ ، وَأَمَّا حَدِيثُ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرٍو فَأَخْرَجَهُ اِبْنُ حِبَّانَ فِي صَحِيحِهِ بِنَحْوِ حَدِيثِ أَبِي هُرَيْرَةَ وَالْحَاكِمِ وَقَالَ صَحِيحٌ لَا غُبَارَ عَلَيْهِ .
سنن ابن ماجه – (ج 1 / ص 322)
275 – حَدَّثَنَا الْحُسَيْنُ بْنُ أَبِى السَّرِىِّ الْعَسْقَلاَنِىُّ حَدَّثَنَا خَلَفُ بْنُ تَمِيمٍ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ السَّرِىِّ عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ الْمُنْكَدِرِ عَنْ جَابِرٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « إِذَا لَعَنَ آخِرُ هَذِهِ الأُمَّةِ أَوَّلَهَا فَمَنْ كَتَمَ حَدِيثًا فَقَدْ كَتَمَ مَا أَنْزَلَ اللَّهُ ».
“Apabila akhir umat ini melaknat (generasi) awalnya, (maka hendaklah orang-orang yang mempunyai ilmu pada ketika itu memperlihatkan ilmunya), maka barangsiapa yang menyembunyikan hadist (ilmu pada waktu tersebut), benar-benar (seumpama) seseorang yang menyembunyikan apa yang telah Alloh turunkan (diwahyukan kepada Sayyidina Muhammad SAW!!!)”.

Wallohu A’lam Bisshowab….

Recent Post