GOLONGAN PENUNTUT ILMU

September 03, 2013


Imam Al-Ghazali dalam Muqaddimah kitab Bidayatul hidayah menjelaskan tentang Golongan penuntut Ilmu : 

وَاعْلَمْ أَنَّ النَّاسَ فِيْ طَلَبِ الْعِلْمِ عَلَى ثَلاَثَةِ أَحْوَالٍ: رَجُلٌ طَلَبَ الْعِلْمَ لِيَتَّخِذَهُ زَادَهُ إِلَى الْمَعَادِ، وَلَمْ يَقْصُدْ بِهِ إِلاَّ وَجْهَ اللهِ وَالدَّارَ اْلآخِرَةَ؛ فَهَذَا مِنَ الْفَائِزِيْنَ

Dan ketahuilah bahwa manusia dalam menuntut ilmu itu terbagi kepada tiga keadaan: Pertama, orang yang mencari ilmu untuk menjadikannya sebagai bekal menuju negeri akhirat, maka niatnya dalam mencari ilmu itu tiada lain kecuali untuk memperoleh keridhaan Allah dan kebahagiaan hidup di akhirat. Maka orang yang demikian ini termasuk dalam golongan orang-orang yang beruntung.

وَرَجُلٌ طَلَبَهُ لِيَسْتَعِيْنَ بِهِ عَلَى حَيَاتِهِ الْعَاجِلَةِ، وَيَنَالَ بِهِ الْعِزَّ وَالْجَاهَ وَالْمَالَ، وَهُوَ عَالِمٌ بِذَلِكَ مُسْتَشْعِرٌ فِيْ قَلْبِهِ رَكَاكَةَ حَالِهِ وَخِسَّةَ مَقْصَدِهِ، فَهَذَا مِنَ الْمُخَاطِرِيْنَ. فَإِنْ عَاجَلَهُ أَجَلُهُ قَبْلَ التَّوْبَةِ خِيْفَ عَلَيْهِ مِنْ سُوْءِ الْخَاتِمَةِ، وَبَقِيَ أَمْرُهُ فِيْ خَطِرِ الْمَشِيْئَةِ؛ وَإِنْ وَفَقَ لِلتَّوْبَةِ قَبْلَ حُلُوْلِ اْلأَجَلِ، وَأَضَافَ إِلَى الْعِلْمِ الْعَمَلَ، وَتَدَارَكَ مَا فَرَّطَ فِيْهِ مِنَ الْخَلَلِ - الْتَحَقَ بِالْفَائِزِيْنَ، فَإِنَّ: التَّائِبُ مِنَ الذَّنْبِ كَمَنْ لاَ ذَنْبَ لَهُ

Kedua, orang yang mencari ilmu untuk memperoleh keuntungan segera (duniawi), untuk meraih kemuliaan, kedudukan dan kekayaan. Sebenarnya di dalam hatinya dia mengetahui dan menyadari bahwa tujuan yang demikian itu adalah buruk dan hina. Orang ini termasuk ke dalam golongan orang-orang yang berbahaya (mengkhawatirkan keadaannya). Apabila ajalnya menjemput sebelum dia bertaubat, maka dikhawatirkan dia akan mengalami su-ul khatimah, dan nasibnya di hari Kiamat berada dalam kehendak Allah. Namun jika dia mendapat kesempatan bertaubat sebelum ajal menghampirinya, bergegas untuk melakukan amal sesuai dengan ilmunya, menyempurnakan kekurangannya di masa lalu, maka ada kemungkinan dia digabungkan dengan orang-orang yang beruntung. Sesuai dengan sabda Rasulullah SAW: “Orang yang bertaubat dari dosa, seperti orang yang tidak mempunyai dosa.”

وَرَجُلٌ ثَالِثٌ اسْتَحْوَذَ عَلَيْهِ الشَّيْطَانُ؛ فَاتَّخَذَ عِلْمَهُ ذَرْيعَةً إِلَى التَّكَاثُرِ بِالْمَالِ، وَالتَّفَاخُرِ بِالْجَاهِ، وَالتَّعَزُّزِ بِكَثْرَةِ اْلأَتْبَاعِ، يَدْخُلُ بِعِلْمِهِ كُلَّ مُدْخَلٍ رَجَاءَ أَنْ يَقْضِىَ مِنَ الدُّنْيَا وَطَرَهُ، وَهُوَ مَعَ ذَلِكَ يُضْمِرُ فِيْ نَفْسِهِ أَنَّهُ عِنْدَ اللهِ بِمَكَانَةٍ، لاتِّسَامِهِ بِسِمَةِ الْعُلَمَاءِ، وَتَرَسُّمِهِ بِرُسُوْمِهِمْ فِي الزِّىِّ وَالْمَنْطِقِ، مَعَ تَكَالُبِهِ عَلَى الدُّنْيَا ظَاهِرًا وَبَاطِنًا، فَهَذَا مِنَ الْهَالِكِيْنَ، وَمِنَ الْحَمْقَى الْمَغْرُوْرِيْنَ، إِذِ الرَّجَاءُ مُنْقَطِعٌ عَنْ تَوْبَتِهِ لِظَنِّهِ أَنَّهُ مِنَ الْمُحْسِنِيْنَ، وَهُوَ غَافِلٌ عَنْ قَوْلِهِ تَعَالَى: يَأَيُهَّا الَّذِيْنَ آمَنُوْا لِمَ تَقُوْلُوْنََ مَالاَ تَفْعَلُوْنَ

Ketiga, orang yang telah dikuasai oleh setan; orang ini menjadikan ilmunya sebagai alat untuk mengumpulkan harta, berbangga-bangga dengan kedudukan dan merasa hebat dengan banyaknya pengikut. Dia menggunakan ilmunya untuk meraih segala yang diharapkan dan dihajatkannya dari keuntungan dunia. Walaupun demikian, dia masih terpedaya lagi dengan menyangka bahwa dia mempunyai kedudukan yang tinggi di sisi Allah, karena tampilannya menyerupai tampilan para ulama, bergaya dengan gaya mereka, baik dalam perkataan maupun sikap formal. Padahal lahir batin dia adalah orang yang sangat rakus terhadap kekayaan dunia. Orang yang seperti ini termasuk dalam golongan orang yang binasa, bodoh dan tertipu. Sangat tipis harapan ia dapat bertaubat kepada Allah karena dia telah menyangka bahwa dirinya termasuk dalam golongan orang-orang yang berbuat kebaikan. Dia lalai terhadap firman Allah SWT: “Wahai orang-orang yangberiman, mengapa kamu mengatakan sesuatu yang tidak kamu kerjakan?” (QS. As-Shaff: 2)

وَهُوَ مِمَّنْ قَالَ فِيْهِمْ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: أَنَا مِنْ غَيْرِ الدَّجَّالِ أَخْوَفُ عَلَيْكُمْ مِنَ الدَّجَّالِ، فَقِيْلَ: وَمَا هُوَ يَارَسُوْلَ اللهِ؟ فَقَالَ: عُلَمَاءُ السُّوْءِ

Dan orang ini sesungguhnya temasuk dalam golongan yang disebutkan oleh Rasulullah SAW dalam sabdanya: “Selain daripada dajjal, ada satu pekara yang sangat aku takutkan untuk kalian fitnahnya daripada dajjal. Lalu ada sahabat yang bertanya: “Apakah itu wahai Rasulullah?” Nabi SAW menjawab: “Para ulama su’, yakni ulama yang jelek.”

وَهَذَا لِأَنَّ الدَّجَّالَ غَايَتُهُ اْلإِضْلاَل، وَمِثْلُ هَذَا الْعَالِمُ وَإِنْ صَرَفَ النَّاسَ عَنِ الدُّنْيَا بِلِسَانِهِ وَمَقَالِهِ، فَهُوَ دَاعٍ لَهُمْ إِلَيْهَا بِأَعْمَالِهِ وَأَحْوَالِهِ، وَلِسَانُ الْحَالِ أفصح مِنْ لِسَانِ الْمَقَالِ، وَطِبَاعُ النَّاسِ إِلَى الْمُسَاهَمَةِ فِي اْلأَعْمَالِ أَمْيَلُ مِنْهَا إِلَى الْمُتَابَعَةِ فِي اْلأَقْوَالِ

Yang demikian itu karena dajjal tujuannya sudah sangat jelas, yakni menyesatkan manusia. Lain halnya dengan ulama jelek ini, mereka mengajak manusia berpaling dari dunia dengan lisan dan perkataan mereka, namun mereka mengajak manusia kepada dunia dengan amal dan perbutan mereka. Padahal bahasa perilaku lebih besar pengaruhnya daripada bahasa ucapan, dan tabiat manusia lebih cenderung mengikuti amal daripada mengikuti perkataan.

فَمَا أَفْسَدَهُ هَذَا الْمَغْرُوْرُ بِأَعْمَالِهِ أَكْثَرَ مِمَّا أَصْلَحَهُ بِأَقْوَالِهِ، إِذْ لاَ يَسْتَجْرِىءُ الْجَاهِلُ عَلَى الرَّغْبَةِ فِي الدُّنْيَا إِلاَّ بِاسْتِجْرَاءِ الْعُلَمَاءِ، فَقَدْ صَارَ عِلْمُهُ سَبَبًا لِجُرْأَةِ عِبَادِ اللهِ عَلَى مَعَاصِيْهِ، وَنَفْسُهُ الْجَاهِلَةُ مُدِلَّةٌ مَعَ ذَلِكَ تُمَنِّيْهِ وَتُرَجِّيْهِ، وَتَدْعُوْهُ إِلَى أَنْ يَمُنَّ عَلَى اللهِ بِعِلْمِهِ، وَتُخَيِّلَ إِلَيْهِ نَفْسُهُ أَنَّهُ خَيُْرٌ مِنْ كَثِيْرٍ مِنْ عِبَادِ اللهِ

Akibatnya, kerusakan yang timbul sebagai dampak amal mereka lebih banyak daripada kebaikan yang ditimbulkan oleh perkataan mereka. Orang yang tidak berilmu (baca: masyarakat awam) tidak akan berani mencintai dunia kecuali setelah melihat keberanian ulama jelek mencintai dunia. Maka ilmu yang mereka miliki itu menjadi sebab beraninya manusia bermaksiat kepada Allah. Lebih daripada itu, nafsu mereka yang bodoh menghadirkan angan-angan tentang posisi mereka yang tinggi di sisi Allah, mendorong mereka merasa telah berbuat banyak untuk Allah dengan ilmu mereka, dan nafsu mereka menghadirkan hayalan dalam diri mereka bahwa mereka lebih baik dari kebanyakan manusia.

فَكُنْ أَيُّهَا الطَّالِبُ مِنَ الْفَرِيْقِ اْلأَوَّلِ، وَاحْذَرْ أَنْ تَكُوْنَ مِنَ الْفَرِيْقِ الثَّانِيْ، فَكَمْ مِنْ مُسَوِّفٍ عَاجَلَهُ اْلأَجَلُ قَبْلَ التَّوْبَةِ فَخَسِرَ، وَإِيَّاكَ ثُمَّ إِيَّاكَ أَنْ تَكُوْنَ مِنَ الْفَرِيْقِ الثَّالِثِ، فَتَهْلِكَ هَلاَكًا لاَ يُرْجَى مَعَهُ فَلاَحُكَ، وَلاَ يُنْتَظَرُ صَلاَحُكَ

Oleh karena itu wahai para penuntut ilmu, jadikanlah dirimu bersama dengan golongan yang pertama, dan berhati-hatilah agar engkau tidak termasuk ke dalam golongan yang kedua. Janganlah engkau menunda-nunda taubat, berapa banyak orang yang menunda-nunda taubat kemudian ajal menjemput, padahal ia belum sempat bertaubat, lalu ia menjadi orang yang merugi. Dan jangan sekali-kali engkau termasuk dalam golongan yang ketiga. Jika sampai engkau termasuk di dalamnya maka engkau akan terjerumus ke jurang kebinasaan yang tidak dapat diharapkan keberuntungannya dan tidak dapat ditunggu lagi kebaikannya.

فَإِنْ قُلْتَ: فَمَا بِدَايَةُ الْهِدَايَةِ لِأُجَرِّبَ بِهَا نَفْسِيْ؟ فَاعْلَمْ، أَنَّ بِدَايَتَهَا ظَاهِرَةُ التَّقْوَى، وَنِهَايَتَهَا بَاطِنَةُ التَّقْوَى؛ فَلاَ عَاقِبَةَ إِلاَّ بِالتَّقْوَى، وَلاَ هِدَايَةَ إِلاَّ لِلْمُتَّقِيْنَ

Maka apabila engkau bertanya: Apakah permulaan jalan menuju hidayah itu agar aku dapat menguji diriku dengannya? Ketahuilah, bahwa permulaan jalan menuju hidayah itu ialah ketakwaan yang bersifat zahir, sedangkan puncaknya adalah ketakwaan yang bersifat batin. Sungguh tidak ada keberuntungan hakiki yang akan dicapai kecuali dengan ketakwaan, sebagaimana halnya tidak ada hidayah kecuali untuk orang-orang yang bertakwa.

وَالتَّقْوَى: عِبَارَةٌ عَنِ امْتِثَالِ أَوَامِرِ اللهِ تَعَالَى، وَاجْتِنَابِ نَوَاهِيْهِ، فَهُمَا قِسْمَانِ وَهَا أَنَا أُشِيْرُ عَلَيْكَ بِجُمَلة مُخْتَصَرَةٍ مِنْ ظَاهِرِ عِلْمِ التَّقْوَى فِي الْقِسْمَيْنِ جَمِيْعًا، وَأُلْحِقُ قِسْمَا ثَالِثًا لِيَصِيْرَ هَذَا الْكِتَابُ جَامِعًا مُغْنِيًا وَاللهُ الْمُسْتَعَانِ

Dan ketakwaan meliputi dua hal: melaksanakan perintah Allah SWT dan menjauhkan diri dari segala hal yang dilarang-Nya. Aku akan jelaskan kepadamu dua bagian takwa zahir tersebut dengan penjelasan yang ringkas, dan aku aku tambahkan bagian ketika yang berhubungan dengan amal hati agar kitab ini menjadi lebih lengkap dan menyeluruh. Semoga Allah memberi pertolongan.


Sumber :
بداية الهداية - أبو حامد الغزالي : الصفحة : 2-1


Kitab Bidayatul Hidayah karya Imam Al-Ghozali : 1-2

Share this :

Previous
Next Post »
0 Komentar

Recent Post