Revitalisasi Peran dan Fungsi Pesantren
Sampai saat ini, pesantren masih diakui sebagai sistem pendidikan yang genuin dari sistem pendidikan nasional. Anggapan seperti ini muncul bukan tanpa sebab. Pesantren lahir bersamaan dengan awal masuknya Islam. Sekalipun pada saat yang paling awal Islam masuk, pesantren belum juga tampak. Namun, gaya dan sistem pendidikan yang dipakai oleh penyebar agama Islam sama halnya dengan pesantren masa kini. Tentu saja, ada banyak perubahan dan modifikasi sesuai dengan tuntutan zaman. Sistem dan gaya pendidikan seperti pesantren ini, bukan hasil impor dari luar, tetapi merupakan hasil produksi bangsa Indonesia sendiri.
Disamping itu, pesantren juga dalam pandangan banyak, seperti Abdurrahman Wahid, orang adalah sub-kultur dari bangsa Indonesia. Pandangan semacam ini muncul seiring dengan tradisi yang berkembang dipesantren ternyata berbeda dengan tradisi yang ada diluar pesantren. Disamping itu, masih banyak peneliti, cendikiawan yang masih memadang sebelah mata terhadap pesantren. Pesantren dianggap kumuh, tradisionalis, konservatif dan masih banyak yang lain.
Akan tetapi, diakui atau tidak, pesantren telah banyak memberikan konstribusi dalam menghantarkan bangsa Indonesia kearah yang lebh prospektif. Pesantren pada saat pembentukan awalnya bukan hanya dijadikan sarana transformasi pengetahuan, tetapi juga untuk melindungi masyarakat dari pelbagai ancaman dari luar. Bahkan, pesantren juga-yang sangat disesalkan-terkadang dijadikan lahan untuk bisnis semata, bukan oreintasi pengabdian masyarakat. Maka tidak mengherankan manakala ada pesantren yang mahal, mencekik leher sementara sistem pendidikan didalamnya semakin tidak karuan.
Beberapa bulan yang lalu, saya pernah mengunjugi salah satu pesantren yang demikian. Perguruan tinggi yang ada didalam pesantren jauh lebih mahal daripada yang ada diluar pesantren, sementara pendidikan didalamnya sama sekali tidak menjanjikan baik posisinya sebagai tafaqquh fi al-din maupun pendidikan moral. Padahal, pesantren merupakan dibangun untuk menfasilitasi masyarakat yang secara ekonomi berada dibawah standar.
Ulasan diatas, memberikan gambaran akan beberapa peran dan fungsi ideal yang harus dijalankan oleh pesantren. Pertama, pesantren adalah diperuntukkan untuk kalangan menengah kebawah, sehingga biaya pendidikan dipesantren harus lebih murah daripada diluar pesantren. Kedua, pesantren adalah transformasi pengetahuan, dalam hal ini adalah pengetahuan agama.
Karena itulah, arah pendidikan pesantren harus diarahkan pada pendalaman pengetahuan agama. Ketiga, pesantren ibaratnya rumah sakit yang didalamnya berisi orang-orang sakit dan pengajar/pendidik/pengasuh laksana dokter yang harus merawat pasien. Artinya, pesantren adalah rumah perbaikan moral dan akhlak masyarakat santri. Sehingga apapun bentuk dan gaya dari santri harus diarahkan pada moralitas dan akhlakul karimah.
Hal yang sangat saya sesalkan saat berkunjung pada pesanrtren diatas. Salah satu pengurus pesantren merespon banyaknya pelanggaran yang dilakukan oleh santri. Ia dengan tegas berucap, kalau sampeyan tidak siap mondok disini, pulang saja; pondok ini tidak butuh sampeyan. Tanpa disadari, ungkapan seperti itu sebenarnya membawa banyak dampak negatif pada santri yang berada dipondok ataupun yang akan mondok. Jika memang demikian, posisi pesantren tidak lagi menjadi sarana perbaikan moral, tetapi ibarat sekolah-sekolah umum. Ingat, pesantren bukan seperti sekolah umum. Karakteristik genuin yang dimiliki oleh pesantren harus dipertahankan. Misalnya, pesantren A menonjol dalam hal ilmu alat (nahwu, sharrof), pesantren B lebih kuat pada fiqh dan ushul fiqhnya. Kesemua karakteristik itu harus dipertahankan tidak secara kaku.
Yang perlu kita pikirkan bersama adalah peran dan fungsi pesantren pada masa sekarang. Perlu ditegaskan bahwa pesantren dengan seperangkat infastruktur yang dimilikinya seharusnya bisa memiliki tanggungajawab atas peran dan fungsinya. Jika tidak, pesantren akan segera gulung tikar dan hanya menjadi kenangan indah dimasa lalu. Kini, tinggal puing-puingnya. Ada beberapa hal yang harus diperhatikan oleh pengasuh dan pengurus pesantren.
Pertama, pesantren sebagai alternatif pendidikan. Dengan mahalnya pendidikan-pendidikan umum, pesantren merupakan alternatif pendidikan bagi kalangan yang tidak mampu. Karena itulah, biaya pendidikan di pesantren harus diminimalisir. Jika memang pesantren tidak mampu, lalu kepada siapa lagi rakyat miskin yang memiliki inisiatif menyekolahkan anaknya akan mengaduh. Negara sebagai pemegang kekuasaan sudah tidak bisa diharapkan lagi. Kini, Indonesia sudah berada dalam jepitan kapitalisme global yang sangat tidak manusiawi.
Kedua, pendidikan moral. Diakui atau tidak, moralitas merupakan pangkal dari krisis multidimensi yang berkepanjangan yang melanda bangsa Indonesia ini. Pemerintah, wakil rakyat, pejabat lemah dalam hal moralitas. Akibatnya, korupsi semakin tak tertandingi, lalai dalam menegakkan hukum, keadilan tidak segera tercapai, nepotisme dan kolusi merajalela. Bahkan, pembunuhan, konflik agama, pertengkaran merupakan dampak dari rendahnya moralitas bangsa. Agama dijadikan komoditas politik, legitimasi penguasa yang despotik, perampasan hak-hak asasi dan lain sebagainya.
Ketiga, pesantren sebagai pusat studi agama. Salah sati ketegangan yang baru saja sedikit meredup adalah sistem pengajaran agama dalam Sisdiknas. Pro-kontra, bahkan penculikan, intimadasipun terjadi. Secara tidak langsung, pesantren sama sekali dinafikan. Sebab, pesantren yang selama ini dianggap sebagai pusat studi Islam pada kenyatannya masih diperbebatkan keberadaannya.
Dalam salah satu diskusi dengan ketua Vihara Vidyasena (Buddha) Jogjakarta sempat mengatakan bahwa pendidikan yang paling berhasil itu dididik didalam keluarga, atau rumah suci agama masing-masing, seperti Vihara, Mesjid (Pesantren), Gereja dan sebagainya. Jika tidak, lalu apa tugas lembaga keagamaan seperti itu ? Karena itulah, tak ada alasan lain, kecuali revitalisasi fungsi dan peran pesantren, khususnya dimasa-masa yang akan datang. Tentu saja dengan beberapa catatan. Salah satunya adalah pesantren dituntut harus mampu untuk mentransformasikan pengetahuan agama kepada santrinya secara menyeluruh dengan pelbagai cara. Misalnya melalui perbaikan kurikulum, melengkapi sarana dan prasarana pesantren.
Lalu, bisakah pesantren memainkan peran yang sebegitu penting dalam konteks keindonesiaan dimasa-masa yang akan datang ? Jawabannya terserah pada pemangku/pengasuh/pengurus/pengajar dari pesantren. Wallahu A’lam
Share this :
0 Komentar