Sesungguhnya
Nabi Muhammad Sallallahu alaihi Wasallam adalah utusan Allah dan rahmat
bagi sekalian alam.Nabi Muhammad SAW. adalah nikmat terbesar dan
anugerah teragung yang Allah berikan kepada alam semesta. Ketika manusia
saat itu berada dalam kegelapan syirik, kufur, dan tidak mengenal Rabb
pencipta mereka. Manusia mengalami krisis spiritual dan moral yang luar
biasa. Nilai-nilai kemanusiaan sudah terbalik. Penyembahan terhadap
berhala-berhala suatu kehormatan, perzinaan suatu kebanggaan, mabuk dan
berjudi adalah kejantanan, dan merampok serta membunuh adalah suatu
keberanian. Di saat seperti ini rahmat ilahi memancar dari jazirah Arab.
Dunia ini melahirkan seorang Rasul yang ditunggu oleh alam semesta
untuk menghentikan semua kerusakan ini dan membawanya kepada cahaya
ilahi.Kelahiran makhluk mulia yang ditunggu jagad raya membuat alam
tersenyum, gembira dan memancarkan cahaya. Al-Habib Ali bin Muhammad bin
Husain Al-Habsyi pengarang kitab Maulid Habsyi (Biasa disebut Simtu
Duror atau lengkapnya Simthud-Durar fi akhbar Mawlid Khairil Basyar min
akhlaqi wa awshaafi wa siyar) menggambarkan kelahiran Nabi Mulia itu
dalam syairnya yang indah:
اشرق الكون ابتهاجا بوجود المصطفى احمد و لأهل الكون انس وسرور قد تجدد
“Alam
bersinar cemerlang bersukaria demi menyambut kelahiran Ahmad
Al-Musthofa Penghuni alam bersukacita Dengan kegembiraan yang berterusan
selamanya”.
Dengan tuntunan Allah SWT Nabi Muhammad SAW pun
berhasil melaksanakan misi risalah yang diamanahkan kepadanya. Setelah
melalui perjalanan dakwah dan jihad selama kurang lebih 23 tahun dengan
berbagai macam rintangan dan hambatan yang menimpa Rasulullah SAW
berhasil mengeluarkan umat dan mengantarkan bangsa Arab dari penyembahan
makhluk menuju kepada penyembahan Rabbnya makhluk, dari kezaliman
jahiliyah menuju keadilan Islam. Jazakallah ya Rasulallah an ummatika
afdhola ma jazallah nabiyyan an ummatih.
Baiklah sebelum kita
membahas masalah memperingati Maulid Nabi SAW serta membahas dalil-dalil
yang menunjukan bolehnya memperingati Maulid yang mulia ini dan
berkumpul dalam acara tersebut,ada beberapa hal yang harus diperhatikan
berkaitan dengan perayaan maulid Pertama,kita memperingati Maulid Nabi
SAW bukan hanya tepat pada hari kelahirannya,melainkan selalu dan
selamanya,di setiap waktu dan setiap kesempatan ketika kita mendapatkan
kegembiraan,terlebih lagi pada bulan kelahiran beliau,yaitu Rabi’ul
Awwal,dan pada hari kelahiran beliau,hari Senin.
Tidak layak
seorang yang berakal bertanya,“Mengapa kalian memperingatinya? ”Karena,
seolah-olah ia bertanya,“Mengapa kalian bergembira dengan adanya Nabi
SAW?” Apakah sah bila pertanyaan ini timbul dari seorang muslim yang
mengakui bahwa tidak ada Tuhan selain Allah dan Muhammad itu utusan
Allah? Pertanyaan tersebut adalah pertanyaan yang bodoh dan tidak
membutuhkan jawaban. Seandainya pun saya, misalnya, harus menjawab,
cukuplah saya menjawabnya demikian, “Saya memperingatinya karena saya
gembira dan bahagia dengan beliau, saya gembira dengan beliau karena
saya mencintainya, dan saya mencintainya karena saya seorang mukmin”.
Kedua, yang kita maksud dengan peringatan Maulid adalah berkumpul untuk
mendengarkan sirah beliau dan mendengarkan pujian-pujian tentang diri
beliau, juga memberi makan orang-orang yang hadir,memuliakan orang-orang
fakir dan orang-orang yang membutuhkan, serta menggembirakan hati
orang-orang yang mencintai beliau. Ketiga, kita tidak mengatakan bahwa
peringatan Maulid itu dilakukan pada malam tertentu dan dengan cara
tertentu yang dinyatakan oleh nash-nash syariat secara jelas,
sebagaimana halnya shalat, puasa, dan ibadah yang lain. Tidak demikian.
Peringatan Maulid tidak seperti shalat, puasa, dan ibadah. Tetapi juga
tidak ada dalil yang melarang peringatan ini, karena berkumpul untuk
mengingat Allah dan Rasul-Nya serta hal-hal lain yang baik adalah
sesuatu yang harus diberi perhatian semampu kita, terutama pada bulan
Maulid. Keempat, berkumpulnya orang untuk memperingati acara ini adalah
sarana terbesar untuk dakwah, dan merupakan kesempatan yang sangat
berharga yang tak boleh dilewatkan. Bahkan, para dai dan ulama wajib
mengingatkan umat tentang Nabi,baik akhlaqnya,hal ihwalnya,
sirahnya,muamalahnya,maupun ibadahnya,di samping menasihati mereka
menuju kebaikan dan kebahagiaan serta memperingatkan mereka dari bala,
bid’ah,keburukan,dan fitnah.
Jika peringatan
maulid itu dalam rangka mengingat kembali sejarah kehidupan Rasulullah
saw., mengingat kepribadian beliau yang agung, mengingat misinya yang
universal dan abadi, misi yang Allah tegaskan sebagai rahmatan lil
‘alamin. Ketika acara maulid seperti demikian, alasan apa masih disebut
dengan bid’ah? dan setiap bid’ah pasti sesat, dan setiap yang sesat
pasti masuk neraka, tidak semuanya benar.! Sebagai pembuka dalam
pembahasan memperingati Maulid Nabi SAW,ada baiknya kita kutip perkataan
seorang ulama kharismatik dari Universitas Al-Azhar Mesir Imam
Mutawalli Sha`Rawi dalam bukunya al-Fikr Ma’idat al-Islamiyya ” Jika
makhluk hidup bahagia atas kelahiran Nabi nya itu dan semua tanaman
senang atas kelahirannya, semua binatang senang atas kelahirannya semua
malaikat senang atas kelahirannya, dan semua jin senang atas
kelahirannya, mengapa engkau mencegah kami dari yang bahagia atas
kelahirannya? “ (untuk menjawab pendapat orang orang yang tidak
memperbolehkan perayaan Maulid Nabi).
Kita dianjurkan untuk
bergembira atas rahmat dan karunia Allah SWT kepada kita. Termasuk
kelahiran Nabi Muhammad SAW yang membawa rahmat kepada alam semesta.
Allah SWT berfirman:
ﻗُﻞْ ﺑِﻔَﻀْﻞِ ﺍﻟﻠّﻪِ ﻭَﺑِﺮَﺣْﻤَﺘِﻪِ ﻓَﺒِﺬَﻟِﻚَ ﻓَﻠْﻴَﻔْﺮَﺣُﻮﺍْ ﻫُﻮَ ﺧَﻴْﺮٌ ﻣِّﻤَّﺎ ﻳَﺠْﻤَﻌُﻮﻥَ
“
Katakanlah: ‘Dengan kurnia Allah dan rahmat-Nya, hendaklah dengan itu
mereka bergembira. Kurnia Allah dan rahmat-Nya itu adalah lebih baik
dari apa yang mereka kumpulkan. ’” (QS.Yunus:58).
Dari latar
belakang ini lah umat islam merasakan kebahagian luar biasa atas
kelahiran nabi dan memperingatinya setiap tahunnya, bahkan pada saat ini
di setiap negara muslim, kita pasti menemukan orang-orang yang
merayakan ulang tahun Nabi yang disebut dengan hari Maulid Nabi. Hal ini
berlaku pada mayoritas umat islam di banyak Negara misalnya sebagai
berikut: Mesir, Suriah, Libanon, Yordania, Palestina, Irak, Kuwait, Uni
Emirat, Saudi Arabia (pada sebagian tempat saja) Sudan, Yaman, Libya,
Tunisia, Aljazair, Maroko, Mauritania, Djibouti, Somalia, Turki,
Pakistan, India, Sri Lanka, Iran, Afghanistan, Azerbaidjan, Uzbekistan,
Turkestan, Bosnia, Indonesia, Malaysia, Brunei, Singapura, dan sebagian
besar negara- negara Islam lainnya. Di negara-negara tersebut bahkan
kebanyakan diperingati sebagai hari libur nasional. Semua negara-negara
ini, yaitu duwal islamiyah, merayakan hari peringatan peristiwa ini.
Bagaimana bisa pada saat ini ada sebagian minoritas yang berpendapat dan
mempunyai keputusan bahwa memperingati acara maulid Nabi adalah sebuah
keharaman dan bid’ah yang sebaiknya di tinggalkan oleh umat islam. Hukum
perayaan maulid telah menjadi topik perdebatan para ulama sejak lama
dalam sejarah Islam, yaitu antara kalangan yang memperbolehkan dan yang
melarangnya karena dianggap bid’ah.
Hingga saat ini pun masalah
hukum maulid, masih menjadi topik hangat yang diperdebatkan kalangan
muslim. Yang ironis, di beberapa lapisan masyarakat muslim saat ini
permasalahan peringatan maulid sering dijadikan tema untuk berbeda
pendapat yang kurang sehat, dijadikan topik untuk saling menghujat,
saling menuduh sesat dan lain sebagainya. Bahkan yang tragis, masalah
peringatan maulid nabi ini juga menimbulkan kekerasan sektarianisme
antar pemeluk Islam di beberapa tempat. Untuk lebih jelas mengenai duduk
persoalan hukum maulid ini, ada baiknya kita telaah kembali sejarah
pemikiran Islam tentang perayaan Maulid ini dari pendapat para ulama
terdahulu dan menelisik lebih jauh awal mula tradisi perayaan Maulid
ini. Tentu saja tulisan ini tidak memuat semua pendapat ulama Islam,
tetapi cukup dapat dijadikan rujukan untuk membuat sebuah peta pemikiran
dalam memahi hakikat Maulid secara komprehensif dan menyikapinya dengan
bijaksana.
A. SEJARAH MAULID
Memang benar Rasulullah
SAW tidak pernah melakukan seremoni peringatan hari lahirnya. Kita belum
pernah menjumpai suatu hadits/nash yang menerangkan bahwa pada setiap
tanggal 12 Rabi’ul Awwal (sebagian ahli sejarah mengatakan 9 Rabiul
Awwal), Rasulullah SAW mengadakan upacara peringatan hari kelahirannya.
Bahkan ketika beliau sudah wafat, kita belum pernah mendapati para
shahabat r.a. melakukannya. Tidak juga para tabi`in dan tabi`it tabi`in.
Menurut Al-Sakhowi, al-Maqrizi Al-Syafi’i (854 H) dalam bukunya
“Al-Khutath” menjelaskan bahwa maulid Nabi mulai diperingati pada abad
IV Hijriyah oleh Dinasti Fathimiyyah di Mesir. Dinasti Fathimiyyah mulai
menguasai Mesir pada tahun 358 H dengan rajanya Al-Muiz Lidinillah,
Namun sebenarnya menurut DR.N.J.G. Kaptein peneliti sejarah kebudayaan
Islam dari Leiden University sumber asli yang menyebutkan tentang Maulid
Nabi pada zaman tersebut sudah hilang. Konsekuensinya, perayaan Maulid
pada zaman Fathimiyyah hanya diketahui secara tidak langsung dari
beberapa sumber sejarawan yang hidup belakangan seperti Al-Maqrizi yang
hanya melacak dari kitab yang telah hilang dari ulama zaman Fathimiyyah
yaitu Ibnu Ma’mun ( Nama lengkapnya adalah Jamaluddin ibn Al-Ma’mun Abi
Abdillah Muhammad ibn Fatik ibn Mukhtar Al-Bata’ihi dilahirkan sekitar
sebelum tahun 515 H. Ayahnya adalah seorang wazir dinasti Fathimiyyah)
dan Ibnu Tuwayr (Nama lengkapnya adalah Abu Muhammad Abdus Salam
Al-Murtadho ibn Muhamammad ibn Abdus Salam ibn Al-Tuwayr Al-Fahrani
Al-Qaysarani(525/1130-617/1220) seorang ulama dan sejarawan Mesir di
antara kitabnya adalah Nuzhatul al maqtalaini fi akhbar al duwalataini
al fatimiyyah wa sholahiyyah) Ibnu Al-Ma’mun.Kitab Sejarah yang paling
awal menyebutkan tentang maulid di zaman Fathimiyyah adalah kitab
karangan Ibn Al-Ma’mun. Sebenarnya kitab ini sudah hilang tetapi ada
beberapa penulis yang menggunakan sumber dari hasil karya beliau di
antaranya adalah Ibn Zafir (Wafat 613/1216 )[7], Kedua Ibn
Muyassar(677/1277), ketiga Ibn Abd Al Zahir(w 692/1292). Tetapi yang
paling banyak menggunakan sumber dokumentasi sejarah Ibn Ma’mun adalah
sejarawan Al-Maqrizi Al-Syafi’i.Dalam beberapa bagian dalam kitab
Khutat, Ibn Al-Ma’mun adalah salah satu sumber yang paling penting
tentang deskripsi acara acara yang dilakukan oleh Dinasti Fathimiyyah
seperti perayaan hari besar, festival, upacara dan sebagainya. Karena
Ibn Al-Ma’mun adalah saksi hidup sebagai anak dari seorang wazir yang
biasa menyelenggarakan banyak kegiatan perayaan dan seremonial
kerajaan.Maulid di kenal kala itu dengan kata “Qala”. Ibn Al-Ma’mun
berkata : sejak Afdhal Syahinsyah ibn Amirul Juyusy Badr al-Jamali
menjadi wazir dia menghapus empat perayaan maulid yaitu maulid Nabi,
Ali, Fatimah, dan imam yang saat itu memerintah. Sampai dia wafat tahun
515H barulah perayaan Maulid Nabi diselenggarakan lagi seperti dahulu
oleh khalifah Al-Amir dan itu diteruskan sampai sekarang. Ibn
Al-Tuwayr.Sumber kedua dari informasi perayaan Maulid pada zaman
Fatimiyah adalah Ibn Al-Tuwayr. Penulis yang banyak menggunakan tulisan
dia sebagai sumber sejarah adalah di antaranya adalah Ibn Al-Furat
(807H), Ibn Khaldun (808H), Ibn Duqmaq (809H), Al-Qashashandi (821H),
Al-Maqrazi (845H), Ibn Hajar Al-Asqalani (874H), Penulis-penulis
tersebut menggunakan sumber informasi Ibn Tuwayr untuk mengkaji
peristiwa-peristiwa yang terjadi pada era Dinasti Fathimiyyah. Beberapa
peristiwa sejarah penting tentang sebuah perayaan terdapat di dalam
dokumennya yang disebut mukhlaqat yang kemudian dicatat oleh para
sejarawan selanjutnya seperti Al-Maqrizi yang kitab nya bisa kita baca
pada zaman sekarang.Ibn Al-Tuwayr berkata, perayaan Maulid saat dinasti
Fathimiyyah itu ada enam perayaan dan di antaranya adalah perayaan
Maulid Nabi, Ali Bin Abi Thalib, Fatimah, Hasan, Husein, dan Khalifah
yang saat itu memerintah. Ketika 12 Rabiul Awal datang, di beberapa
tempat diadakan acara besar seperti membaca Al-Qur’an, pengajian di
beberapa masjid dan mushola, dan beberapa majelis juga ikut untuk
merayakannya. Sedangkan Ibnu Katsir dalam kitab tarikhnya bidayah wa
nihayah, diikuti oleh Alhafiz Imam Suyuthi dalam Husn Al-Maqsid Fi ‘Amal
al-Maulid juga pendapat yang dikuatkan oleh Prof Dr Sayyid Muhammad
Alwi Al maliki dalam kitabnya Haula al Ihtifal bil Maulidi Nabawy As
Syarif, menurut mereka yang pertama kali mengadakan Maulid Nabi adalah
seorang Raja Irbil (Saat itu gubernur terkadang di sebut malik atau
amir. Irbil saat itu adalah propinsi masuk dalam Dinasti
Ayyubiyyah.Irbil saat ini masuk dalam wilayah Kurdistan Iraq) yang
dikenal keshalehannya dan kebaikannya dalam sejarah Islam yaitu Malik
Muzhaffaruddin Abu Said Kukburi ibn Zainuddin Ali Ibn Tubaktakin pada
tahun 630 H. Beliau adalah seorang pembesar dinasti Ayyubiyah yang
kemudian dia mendapatkan mandat untuk memerintah Irbil pada tahun 586 H.
Ibn Katsir bercerita mengatakan: “ Malik Muzhaffaruddin mengadakan
peringatan Maulid Nabi pada bulan Rabi’ul Awwal. Beliau merayakannya
secara besar-besaran. Dijelaskan oleh Sibth (cucu) Ibn al- Jauzi bahwa
dalam peringatan tersebut Malik Muzhaffaruddin mengundang seluruh
rakyatnya dan seluruh para ulama dari berbagai disiplin ilmu, baik ulama
fiqh, ulama hadits, ulama kalam, ulama ushul, para ahli tasawwuf dan
lainnya. Sejak tiga hari sebelum hari pelaksanaan beliau telah melakukan
berbagai persiapan. Ia menyembelih 15.000 ekor Kambing, 10.000 ekor
Ayam, 100 Kuda, 100 ribu keju, 30 ribu manisan untuk hidangan para tamu
yang akan hadir dalam perayaan Maulid Nabi tersebut. Setiap tahunnya
perayaan ini menghabiskan 300.000 Dinar. Perayaan ini diisi oleh
ulama-ulama serta tokoh-tokoh sufi dari mulai Dzuhur sampe Subuh dengan
ceramah-ceramah dan tarian-tarian sufi. Segenap para ulama saat itu
membenarkan dan menyetujui apa yang dilakukan oleh raja Al-Muzhaffar
tersebut. Mereka semua mengapresiasi dan menganggap baik perayaan Maulid
Nabi yang digelar besar-besaran itu. Menurut ibn khalIikan, perayaan
tersebut dihadiri oleh ulama dan sufi-sufi dari tetangga irbil, dari
Baghdad, Mosul, Jaziroh, Sinjar, Nashibin, yang sudah berdatangan sejak
Muharram sampai Rabiul Awwal. Pada awalnya Malik Muzhaffaruddin
mendirikan kubah dari kayu sekitar 20 kubah, di mana setiap kubahnya
memuat 4-5 kelompok, dan setiap bulan Safar kubah-kubah tersebut dihiasi
dengan berbagai macam hiasan indah, di setiap kubah terdapat sekelompok
paduan suara dan seperangkat alat musik, pada masa ini semua kegiatan
masyarakat terfokus pada pelaksanaan acara pra-maulid dan mendekorasi
kubah-kubah tersebut. Ibn Khallikan juga menceritakan bahwa Al-Imam
Al-Hafizh Ibn Dihyah datang dari Maroko menuju Syam untuk selanjutnya
menuju Irak, ketika melintasi daerah Irbil, beliau mendapati Malik
Muzhaffaruddin , raja Irbil tersebut sangat besar perhatiannya terhadap
perayaan Maulid Nabi. Oleh karenanya al-Hafzih Ibn Dihyah kemudian
menulis sebuah buku tentang Maulid Nabi yang diberi judul “At-Tanwir Fi
Maulid Al-Basyir An- Nadzir”. Karya ini kemudian beliau hadiahkan kepada
Raja Al-Muzhaffar. Perayaan itu dilaksanakan 2 kali dalam setahun,
yaitu pada tanggal 8 Rabiul Awal dan 12 Rabiul Awal, karena perbedaan
pendapat ulama dalam Maulid Nabi. Di Indonesia, terutama dipesantren,
para kyai dulunya hanya membacakan syi ’ir dan sajak-sajak itu, tanpa
diisi dengan ceramah. Namun kemudian ada muncul ide untuk memanfaatkan
momentum tradisi maulid Nabi SAW yang sudah melekat di masyarakat ini
sebagai media dakwah dan pengajaran Islam.Akhirnya ceramah maulid
menjadi salah satu inti acara yang harus ada, demikian juga atraksi
murid pesantren. Bahkan sebagian organisasi Islam telah mencoba
memanfaatkan momentum itu tidak sebatas seremoni dan haflah belaka,
tetapi juga untuk melakukan amal-amal kebajikan seperti bakti sosial,
santunan kepada fakir miskin, pameran produk Islam, pentas seni dan
kegiatan lain yang lebih menyentuh persoalan masyarakat. Sekalipun dalam
dua pendapat ini menyatakan bahwa perayaan Maulid Nabi mulai dilakukan
pada permulaan abad ke 4 H dan tidak pernah dilakukan oleh Rasulullah,
para sahabat dan generasi Salaf. Namun demikian tidak berarti hukum
perayaan Maulid Nabi dilarang atau sesuatu yang haram. Karena segala
sesuatu yang tidak pernah dilakukan oleh Rasulullah atau tidak pernah
dilakukan oleh para sahabatnya belum tentu bertentangan dengan ajaran
Rasulullah sendiri sebagaimana yang akan kami terangkan secara detail
nanti pada Pembahasan hukum merayakan Maulid Nabi.
B. DALIL-DALIL MAULID
Banyak
dalil yang bisa kita jadikan sebagai dasar diperbolehkannya
memperingati kelahiran Nabi Muhammad SAW, sebagaimana ada banyak alasan
dan argumentasi pula untuk tidak merayakan tradisi ini.Diantara
dalil-dalil yang bisa kita jadikan sebagai dasar diperbolehkannya
memperingati Maulid Nabi Muhammad SAW adalah:
1. Firman Allah SWT:
ﻗُﻞْ ﺑِﻔَﻀْﻞِ ﺍﻟﻠّﻪِ ﻭَﺑِﺮَﺣْﻤَﺘِﻪِ ﻓَﺒِﺬَﻟِﻚَ ﻓَﻠْﻴَﻔْﺮَﺣُﻮﺍْ ﻫُﻮَ ﺧَﻴْﺮٌ ﻣِّﻤَّﺎ ﻳَﺠْﻤَﻌُﻮﻥَ
“
Katakanlah: ‘Dengan kurnia Allah dan rahmat-Nya, hendaklah dengan itu
mereka bergembira. Kurnia Allah dan rahmat-Nya itu adalah lebih baik
dari apa yang mereka kumpulkan. ’” (QS.Yunus:58).
Jadi, Allah
SWT menyuruh kita untuk bergembira dengan rahmat-Nya, sedangkan Nabi SAW
merupakan rahmat yang terbesar, sebagaimana tersebut dalam Al-Quran,
“Dan tidaklah Kami mengutusmu melainkan sebagai rahmat bagi semesta
alam.” (QS Al-Anbiya’: 107). Dalam sebuah hadist disebutkan:
وذكر
السهيلي أن العباس بن عبد المطلب رضي الله عنه قال : لما مات أبو لهب
رأيته في منامي بعد حول في شر حال فقال ما لقيت بعدكم راحة الا أن العذاب
يخفف عني كل يوم اثنين قال وذلك أن النبي صلى الله عليه وسلم ولد يوم
الإثنين وكانت ثويبة بشرت أبا لهب بمولده فاعتقها .
As-Suhaeli
telah menyebutkan” bahawa Abbas bin Abdul mutholibmelihat abu lahab
dalam mimpinya,dan Abbas bertanya padanya,”Bagaimana keadaanmu? Abu
lahab menjawab, di neraka, cuma setiap senin siksaku diringankan karena
aku membebaskan budakku Tsuwaibah karena gembiraku atas kelahiran Rasul
saw.”(shahih bukhari hadits no.4813, sunan Baihaqi al-kubra hadits
no.13701, syi’bul Iman no.281, fathul Baari al-Masyhur juz 11 hal431)
Peringatan
Maulid Nabi SAW adalah ungkapan kegembiraan dan kesenangan dengan
beliau. Bahkan orang kafir saja mendapatkan manfaat dengan kegembiraan
itu (Ketika Tsuwaibah, budak perempuan Abu Lahab, paman Nabi,
menyampaikan berita gembira tentang kelahiran sang Cahaya Alam Semesta
itu, Abu Lahab pun memerdekakannya. Sebagai tanda suka cita. Dan karena
kegembiraannya, kelak di alam baqa’ siksa atas dirinya diringankan
setiap hari Senin tiba. Demikianlah rahmat Allah terhadap siapa pun yang
bergembira atas kelahiran Nabi, termasuk juga terhadap orang kafir
sekalipun. Maka jika kepada seorang yang kafir pun Allah merahmati,
karena kegembiraannya atas kelahiran sang Nabi, bagaimanakah kiranya
anugerah Allah bagi umatnya, yang iman selalu ada di hatinya?
2.
Beliau sendiri mengagungkan hari kelahirannya dan bersyukur kepada
Allah pada hari itu atas nikmatNya yang terbesar kepadanya.Rasulullah
SAW merayakan kelahiran dan penerimaan wahyunya dengan cara berpuasa
setiap hari kelahirannya, yaitu setia hari Senin Nabi SAW berpuasa untuk
mensyukuri kelahiran dan awal penerimaan wahyunya.
ﻋَﻦْ ﺃَﺑِﻲْ
ﻗَﺘَﺎﺩَﺓَ ﺍﻷَﻧْﺼَﺎﺭِﻱِّ ﺭَﺿِﻲَ ﺍﻟﻠﻪُ ﻋَﻨْﻪُ: ﺃَﻥَّ ﺭَﺳُﻮْﻝَ ﺍﻟﻠﻪِ ﺻَﻠَّﻰ
ﺍﻟﻠﻪُ ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﻭَﺳَﻠَّﻢَ ﺳُﺌِﻞَ ﻋَﻦْ ﺻَﻮْﻡِ ﺍﻟْﺈِﺛْﻨَﻴْﻦِ ﻓَﻘَﺎﻝَ”
:ﻓِﻴْﻪِ ﻭُﻟِﺪْﺕُ ﻭَﻓِﻴْﻪِ ﺃُﻧْﺰِﻝَ ﻋَﻠَﻲَّ . ﺭﻭﺍﻩ ﻣﺴﻠﻢ
“ Dari Abi
Qotadah al-Anshori RA sesungguhnya Rasulullah SAW pernah ditanya
mengenai puasa hari senin. Rasulullah SAW menjawab: Pada hari itu aku
dilahirkan dan wahyu diturunkan kepadaku. ” (H.R. Muslim)
3. Firman Allah :
وَكُلًّا نَقُصُّ عَلَيْكَ مِنْ أَنْبَاءِ الرُّسُلِ مَا نُثَبِّتُ بِهِ فُؤَادَكَ
“Dan
semua kisah dari rasul-rasul kami ceritakan kepadamu, ialah kisah-kisah
yang dengannya kami teguhkan hatimu.. (Hud :120)” Dari ayat ini
nyatalah bahwa hikmah dikisahkannya para rasul adalah untuk meneguhkan
hati Nabi. Tidak diragukan lagi bahwa saat ini kita pun butuh untuk
meneguhkan hati kita dengan berita-berita tentang beliau, lebih dari
kebutuhan beliau akan kisah para nabi sebelumnya
4. Peringatan
Maulid Nabi SAW mendorong orang untuk membaca shalawat, dan shalawat itu
diperintahkan oleh Allah Ta’ala, Allah SWT berfirman:
إِنَّ
اللَّهَ وَمَلائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا
الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيماً)الأحزاب
(
“Sesungguhnya Allah dan para malaikat-Nya bershalawat atas Nabi. Wahai
orang-orang yang beriman,bershalawatlah kalian untuknya dan ucapkanlah
salam sejahtera kepadanya.” (QS Al-Ahzab: 56).
Apa saja yang
mendorong orang untuk melakukan sesuatu yang dituntut oleh syara’,
berarti hal itu juga dituntut oleh syara’. Berapa banyak manfaat dan
anugerah yang diperoleh dengan membacakan salam kepadanya
5.
Peringatan Maulid Nabi masuk dalam anjuran hadits nabi untuk membuat
sesuatu yang baru yang baik dan tidak menyalahi syari ‘at Islam.
Rasulullah bersabda:
ﻣَﻦْ ﺳَﻦَّ ﻓﻲِ ﺍْﻹِﺳْـﻼَﻡِ ﺳُﻨَّﺔً ﺣَﺴَﻨـَﺔً
ﻓَﻠَﻪُ ﺃَﺟْﺮُﻫَﺎ ﻭَﺃَﺟْﺮُ ﻣَﻦْ ﻋَﻤِﻞَ ﺑِﻬَﺎ ﺑَﻌْﺪَﻩُ ﻣِﻦْ ﻏَﻴْﺮِ ﺃَﻥْ
ﻳَﻨْﻘُﺺَ ﻣِﻦْ ﺃُﺟُﻮْﺭِﻫِﻢْ ﺷَﻰْﺀٌ (ﺭﻭﺍﻩﻣﺴﻠﻢ ﻓﻲ ﺻﺤﻴﺤﻪ )
“Barang
siapa yang memulai (merintis) dalam Islam sebua perkara baik maka ia
akan mendapatkan pahala dari perbuatan baiknya tersebut, dan ia juga
mendapatkan pahala dari orang yang mengikutinya setelahnya, tanpa
berkurang pahala mereka sedikitpun “. (HR.Muslim dalam kitab Shahihnya).
Hadits ini memberikan keleluasaan kepada ulama ummat Nabi Muhammad
untuk merintis perkara-perkara baru yang baik yang tidak bertentangan
dengan al-Qur ‘an, Sunnah, Atsar maupun Ijma’.
Peringatan maulid
Nabi adalah perkara baru yang baik dan sama sekali tidak menyalahi
satu- pun di antara dalil-dalil tersebut. Dengan demikian berarti
hukumnya boleh, bahkan salah satu jalan untuk mendapatkan pahala. Jika
ada orang yang mengharamkan peringatan Maulid Nabi, berarti telah
mempersempit keleluasaan yang telah Allah berikan kepada hamba-Nya untuk
melakukan perbuatan-perbuatan baik yang belum pernah ada pada masa
Nabi.
6. Dalam peringatan Maulid disebut tentang kelahiran
beliau, mukjizat-mukjizatnya, sirahnya, dan pengenalan tentang pribadi
beliau. Bukankah kita diperintahkan untuk mengenalnya serta dituntut
untuk meneladaninya, mengikuti perbuatannya, dan mengimani mukjizatnya.
Kitab-kitab Maulid menyampaikan semuanya dengan lengkap.
7.
Peringatan Maulid merupakan ungkapan membalas jasa beliau dengan
menunaikan sebagian kewajiban kita kepada beliau dengan menjelaskan
sifat-sifatnya yang sempurna dan akhlaqnya yang utama.Dulu, di masa
Nabi, para penyair datang kepada beliau melantunkan qashidah-qashidah
yang memujinya. Nabi ridha (senang) dengan apa yang mereka lakukan dan
memberikan balasan kepada mereka dengan kebaikan-kebaikan. Jika beliau
ridha dengan orang yang memujinya, bagaimana beliau tidak ridha dengan
orang yang mengumpulkan keterangan tentang perangai-perangai beliau yang
mulia. Hal itu juga mendekatkan diri kita kepada beliau, yakni dengan
manarik kecintaannya dan keridhaannya.
8. Mengenal perangai
beliau, mukjizat-mukjizatnya, dan irhash-nya (kejadian-kejadian luar
biasa yang Allah berikan pada diri seorang rasul sebelum diangkat
menjadi rasul), menimbulkan iman yang sempurna kepadanya dan menambah
kecintaan terhadapnya.Manusia itu diciptakan menyukai hal-hal yang
indah, balk fisik (tubuh) maupun akhlaq, ilmu maupun amal, keadaan
maupun keyakinan. Dalam hal ini tidak ada yang lebih indah, lebih
sempurna, dan lebih utama dibandingkan akhlaq dan perangai Nabi.
Menambah kecintaan dan menyempurnakan iman adalah dua hal yang dituntut
oleh syara’. Maka, apa saja yang memunculkannya juga merupakan tuntutan
agama.
9. Mengagungkan Nabi SAW itu disyariatkan. Dan bahagia
dengan hari kelahiran beliau dengan menampakkan kegembiraan, membuat
jamuan, berkumpul untuk mengingat beliau, serta memuliakan orang-orang
fakir, adalah tampilan pengagungan, kegembiraan, dan rasa syukur yang
paling nyata.
10. Dalam ucapan Nabi SAW tentang keutamaan hari
Jum’at, disebutkan bahwa salah satu di antaranya adalah, “Pada hari itu
Adam diciptakan:” Hal itu menunjukkan dimuliakannya waktu ketika seorang
nabi dilahirkan. Maka bagaimana dengan hari di lahirkannya nabi yang
paling utama dan rasul yang paling mulla?
11. Peringatan Maulid
adalah perkara yang dipandang bagus oleh para ulama dan kaum muslimin di
semua negeri dan telah dilakukan di semua tempat. Karena itu, ia
dituntut oleh syara’, berdasarkan qaidah yang diambil dari hadits yang
diriwayatkan Abdullah bin Mas’ud, “Apa yang dipandang balk oleh kaum
muslimin, ia pun balk di sisi Allah; dan apa yang dipandang buruk oleh
kaum muslimin, ia pun buruk di sisi Allah.”
12. Dalam peringatan
Maulid tercakup berkumpulnya umat, dzikir, sedekah, dan pengagungan
kepada Nabi SAW. Semua itu hal-hal yang dituntut oleh syara’ dan
terpuji.
13. Tidak semua yang tidak pernah dilakukan para salaf
dan tidak ada di awal Islam berarti bid’ah yang munkar dan buruk, yang
haram untuk dilakukan dan wajib untuk ditentang. Melainkan apa yang
“baru” itu (yang belum pernah dilakukan) harus dinilai berdasarkan
dalii-dalil syara’.
14. Tidak semua bid’ah itu diharamkan. Jika
haram, niscaya haramlah pengumpulan Al-Quran, yang dilakukan Abu Bakar,
Umar, dan Zaid, dan penulisannya di mushaf-mushaf karena khawatir hilang
dengan wafatnya para sahabat yang hafal Al-Quran. Haram pula apa yang
dilakukan Umar ketika mengumpulkan orang untuk mengikuti seorang imam
ketika melakukan shalat Tarawih, padahal ia mengatakan, “Sebaik-baik
bid’ah adalah ini.” Banyak lagi perbuatan baik yang sangat dibutuhkan
umat akan dikatakan bid’ah yang haram apabila semua bid’ah itu
diharamkan.
15. Peringatan Maulid Nabi, meskipun tidak ada di
zaman Rasulullah SAW, sehingga merupakan bid’ah, adalah bid’ah hasanah
(bid’ah yang balk), karena ia tercakup di dalam dalil-dalil syara’ dan
kaidah-kaidah kulliyyah (yang bersifat global).Jadi, peringatan Maulid
itu bid’ah jika kita hanya memandang bentuknya, bukan perinaan-perinaan
amalan yang terdapat di dalamnya (sebagaimana terdapat dalam dalil kedua
belas), karena amalan-amalan itu juga ada di masa Nabi.
16.
Semua yang tidak ada pada awal masa Islam dalam bentuknya tetapi
perincian-perincian amalnya ada, juga dituntut oleh syara’. Karena, apa
yang tersusun dari hal-hal yang berasal dari syara’, pun dituntut oleh
syara’.
17. Imam Asy-Syafi’i mengatakan, “Apa-apa yang baru
(yang belum ada atau dilakukan di masa Nabi SAW) dan bertentangan dengan
Kitabullah, sunnah, ijmak, atau sumber lain yang dijadikan pegangan,
adalah bid’ah yang sesat. Adapun suatu kebaikan yang baru dan tidak
bertentangan dengan yang tersebut itu, adalah terpuji
18. Setiap
kebaikan yang tercakup dalam dalil-dalil syar’i dan tidak dimaksudkan
untuk menyalahi syariat dan tidak pula mengandung suatu kemunkaran,itu
termasuk ajaran agama.
19. Memperingati Maulid Nabi SAW berarti
menghidupkan ingatan (kenangan) tentang Rasulullah, dan itu menurut kita
disyariatkan dalam Islam. Sebagaimana yang Anda lihat, sebagian besar
amaliah haji pun menghidupkan ingatan tentang peristiwa-peristiwa
terpuji yang telah lalu.
20. Semua yang disebutkan sebelumnya
tentang dibolehkannya secara syariat peringatan Maulid Nabi SAW hanyalah
pada peringatan-peringatan yang tidak disertai perbuatan-perbuatan
munkar yang tercela, yang wajib ditentang. Adapun jika peringatan Maulid
mengandung hal-hal yang disertai sesuatu yang wajib diingkari, seperti
bercampurnya laki-laki dan perempuan, dilakukannya perbuatanperbuatan
yang terlarang, dan banyaknya pemborosan dan perbuatan-perbuatan lain
yang tidak diridhai Shahibul Maulid, tak diragukan lagi bahwa itu
diharamkan. Tetapi keharamannya itu bukan pada peringatan Maulidnya itu
sendiri, melainkan pada hal-hal yang terlarang tersebut.